Perang selalu menyisakan sejuta cerita. Kota Makassar sebagai salah satu tempat yang pernah disinggah oleh tentara kolonial juga mempunyai kisah tersendiri. Tentara Kolonal akhirnya pergi dengan
meninggalkan warisan sisa perang berupa konstruksi gedung indah, benteng dan
system pengairan yang kuat. Peninggalan tersebut kini lestari dan akhirnya
menjadi ikon kota di beberapa daerah di Indonesia dan menjadi aksentuasi serta
penambah devisa wisatawan domestik dan Intenational. Salah satunya peninggalan kolonial yang
dimaksud adalah parit/kanal di Fort Rotterdam di kota Makassar- Sulawesi
Selatan.
Berkunjung ke kota Makassar, tak
elok rasanya jika tak mengunjungi salah satu benteng peninggalan Belanda di
jalan Penghibur kota Makassar atau tepatnya di sebelah barat Kota berada di area pesisir pantai Losari
berdampingan dengan Gedung RRI Makassar dan tak jauh dari Lapangan Karebosi-
titik Nol Kilometer kota Makassar. Benteng Fort Rotterdam atau biasa juga di
sebut benteng Pannyua (penyu) merupakan salah satu ikon destinasi wisata kota
berupa benteng peninggalan kerajaan kota dimana benteng ini merupakan pusat
informasi sejarah, Pusat kegiatan berkesenian
dan pagelaran Budaya, dan Museum
I Lagaligo. Benteng ini sempat di kuasai
oleh sekutu belanda saat itu dan di beri nama
‘Fort Rotterdam” atau benteng Rotterdam yang tak lain untuk mengenang kota
kelahiran salah satu laksamana pasukan kolonial di masa penjajahan yaitu
Cornelis Speelman. Untuk menuju ke sana dapat diakses dari bandaran dan
berbagai arah kota dengan sarana transportasi yang mudah dan terjangkau.
Foto Koleksi Pribadi Tahun 2007
Sumber foto dari http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/08/31/corat-coret-di-benteng-rotterdam-makassar-585492.html
Inovasi pembuatan parit yang
masih tersisa di lokasi sekitar benteng adalah kanal disisi selatan benteng
yang menjorok kelaut. Seperti karakteristik parit benteng dibeberapa daerah
lain seperti di sumatera selatan, pembanguna parit selain upaya sebagai taktik
pertahanan atau strategi parit, juga untuk mengantisipasi luapan air dari laut
jika sewaktu waktu terjadi air pasang.
Tidak hanya di negerinya sendiri,
sepertinya tentara sekutu yang datang dan lama mendiami suatu daerah, selalu
membuat inovasi apa saja entah itu dari struktur bangunan maupun fasilitas
penunjang aktifitas kehidupan yang terbukti sumbangsih pemikirannya tak lekang
ditelan waktu. Kanal kota dimultifungsikan sebagai jalan raya transportasi umum
dan murah tuk efisiensi lahan serta bertujuan meminimalisir polusi udara sisa
pembuangan bahan bakar ke udara.
Kini, setelah mengalami beberapa
renovasi, Parit kota Benteng Rottedam menjelma menjadi taman kota, tempat
bercengkrama dan jalan sore menikmati eksotisme benteng Rotterdam di antara
rimbun pepohonan kecil yang di minati oleh warga Makassar khususnya mereka yang
ingin menghabiskan sore seraya menunggu matahari terbenam di pantai losari.
Bangunan benteng fort Rotterdam masih
terlihat kokoh meski telah berusia ratusan tahun. Disekelilingnya telah berdiri
berbagai tempat penginapan dan sarana hiburan serta gedung pemerintahan antara
lain Hotel Pantai Gapura, Makassar Golden Hotel, Kantor Polsekta, Dermaga
penyebrangan antar pulau, Museum Kota, Souvenir Cendramata, Publik Space,
Tempat Hiburan dan puluhan Kuliner khas Lokal.Setelah perjanjian Bongaya di
setujui dan benteng Rotterdam jatuh ke tangan Kolonial, mereka lalu melengkapi
fasilitas benteng dengan desain arsitektur yang dibuat permanen untuk lebih
memperkokoh lagi sistem pertahanan, salah satunya dengan saluran irigasi yang
diperkirakan masih ada 14 titik hampir diseluruh area sekitar. Saya hanya
berdecak kagum, disaat perang masih berkecamuk saat itu, Speelman dan
pasukannya masih sempat memikirkan membuat sebuah basis pertahanan dengan
dilengkapi dengan system irigasi yang ternyata manfaatnya masih dirasakan
hingga saat kini.
Tuan Speelman bisa saja
mengabaikan atau bahkan mungkin tak sempat lagi memperhatikan bahwa letak
geografis dari kota Ujung Pandang saat itu masih jauh berada di atas daratan
Belanda atau dalam kategori zona area aman dengan ketinggian daratan sekitar 1
– 25 meter diatas permukaan laut yang juga semakin diuntungkan dengan adanya
muara sungai tallo dan jeneberang yang saat itu cukup untuk mengakomodir untuk
sistem saluran air kota.
Speelman dan kawan kawan pun bisa
jadi tidak terlena dan mengindahkan situasi tempat sekitar benteng yang masih
sangat lengang, aman dan belum ada
aktifitas penduduk dengan segala permasalahan limbah pembuangannya seperti
sekarang ini sehingga dengan gigih tetap berinisiatif
untuk membuat sebuah system irigasi yang kuat di samping benteng dengan daya
tampung debit air dari berbagai penjuru kota.
Berbekal pengetahuan tentang
system pengairan dan upaya mempertahankan kelangsungan hidup dari bahaya banjir
inilah yang membuat Mr. Speelman and the Gang saat itu memutuskan membuat
sebuah pola irigasi yang membelah jantung kota Sebelah Selatan Kota Ujung
pandang dengan desain sentuhan struktur tulang dan material yang kokoh seperti
drainase pipa dari bahan keramik serta perencanaan yang matang dengan segala
macam pertimbangan. Tak heran jika beberapa titik bekas irigasi yang tertimbun
disepanjang pantai mengarah ke utara kota masih dapat ditemukan hingga kini
disepanjang barat Pantai Losari hingga hampir mencapai sudut jalan Nusantara
dimana diatas tanah itu telah berdiri pabrik terigu terbesar ke dua di
Indonesia yaitu PT. Berdikari yang berganti nama menjadi PT. Easter Pearl Flour
Mills serta jalan Tol Reformasi Makassar).
Lupakan jangan, dibuang Sayang
Sebagai kota terbesar di kawasan
timur Indonesia, Makassar terus berbenah. Laiknya kota besar lainnya ddi
Indonesia, kota ini tak lepas dari permasalahan klasik yaitu banjir dan system
pembuangan limbah air. Pembangunan berlangsung signifikan dan meninggalkan
kompensasi adalah bagaimana pembangunan kota sedapat mungkin tidak mengabaikan
system tatanan kota dan keseimbangan alam. Salah satunya adalah imbas dari
pembangunan itu sendiri adalah semakin banyaknya pembuangan berupa limbah air
yang memerlukan irigasi yang bermuara pada saluran kanal peninggalan masa
penjajahan belanda.
Di tahun 2012 silam, revitalisasi
pantai Losari Makassar bertumbuh. Dengan spirit tagline ‘ Makassar- The Great
Expectation’, Tuntutan kota semakin bertambah dan berbagai pemukiman baru pun
bertumbuh hingga sampai pada titik kulminasi, bagaimana agar keseimbangan hidup
tetap terjaga dengan konsisten menjaga dan mempertahankan system irigasi kanal
peninggalan kolonial yang masih ada sampai sekarang dengan tetap berlandaskan
kearifan lokal, karakter kota dan peningkatan kualitas masyarakat secara
berkesinambungan. Satu hal yang patut disyukuri adalah, pemerintah kota mungkin
tidak perlu terlalu repot lagi dalam merancang dan membangun sebuah system
drainase pembuangan air yang baru karena irigasi pembuangan sekarang berupa
kanal besar peninggalan belanda di makassar masih berfungsi di sisi sebelah
selatan benteng Rotterdam masih berfungsi dengan baik. Pemerintah tinggal
menjaga kelestarian dari kanal tersebut dan membangun saluran kanal kanal kecil
hampir disetiap daerah kota dimana kanal ini saling terhubungkan satu dengan
yang lain dan akhirnya berkumpul pada saluran air di drainase kanal besar
peninggalan kolonial untuk selanjutnya bermuara ke laut.
Saya menghayalkan, melihat
hubungan diplomatik antar Negara Indonesia – Belanda yang sudah terjalin di
masa sekarang akan semakin membuka kran untuk sebuah kemungkinan kerjasama
antar pemerintah untuk mere-strukturisasi kembali berbagai macam peninggalan
jaman perang belanda seperti system irigasi yang mungkin masih tertimbun rapi
jauh di bawah tanah, mengajarkan cara mengelola system pengaturan air yang
kesemuanya itu kembali lagi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia
yang tersebar di Nusantara pada umumnya dan Makassar pada khususnya.
Bagaimana dengan cerita warisan peninggalan kolonial di kotamu?
Bagaimana dengan cerita warisan peninggalan kolonial di kotamu?
http://m.tempo.co/read/news/2009/11/13/058208167/Tim-Peneliti-Makassar-Telusuri-Temuan-Saluran-Air-diFort-Rotterdam
5 komentar:
blog walking :-)
blog walking :-)
Indonesia yang terasa seperti di negri Belanda. Asyiiik...
Waah. asik ya. Indonesia yang terasa di geri Belanda..
kok komennya blogwalking semua. Ada apa sih ini?
Posting Komentar