Minggu, 26 April 2015

Kanal Air Fort Rotterdam; From Makassar to Netherland

Tema : Air

-Tulisan ini di ikutkan dalam kompetisiblog Neso Indonesia 2015
  
Perang selalu menyisakan sejuta  cerita.  Kota Makassar sebagai salah satu tempat yang pernah disinggah oleh tentara kolonial juga mempunyai kisah tersendiri. Tentara Kolonal akhirnya pergi dengan meninggalkan warisan sisa perang berupa konstruksi gedung indah, benteng dan system pengairan yang kuat. Peninggalan tersebut kini lestari dan akhirnya menjadi ikon kota di beberapa daerah di Indonesia dan menjadi aksentuasi serta penambah devisa wisatawan domestik dan Intenational.  Salah satunya peninggalan kolonial yang dimaksud adalah parit/kanal di Fort Rotterdam di kota Makassar- Sulawesi Selatan.

Berkunjung ke kota Makassar, tak elok rasanya jika tak mengunjungi salah satu benteng peninggalan Belanda di jalan Penghibur kota Makassar atau tepatnya di sebelah barat Kota  berada di area pesisir pantai Losari berdampingan dengan Gedung RRI Makassar dan tak jauh dari Lapangan Karebosi- titik Nol Kilometer kota Makassar. Benteng Fort Rotterdam atau biasa juga di sebut benteng Pannyua (penyu) merupakan salah satu ikon destinasi wisata kota berupa benteng peninggalan kerajaan kota dimana benteng ini merupakan pusat informasi sejarah, Pusat kegiatan berkesenian  dan pagelaran Budaya,  dan Museum I Lagaligo. Benteng ini  sempat di kuasai oleh sekutu belanda saat itu dan di beri nama  ‘Fort Rotterdam” atau benteng Rotterdam yang tak lain untuk mengenang kota kelahiran salah satu laksamana pasukan kolonial di masa penjajahan yaitu Cornelis Speelman. Untuk menuju ke sana dapat diakses dari bandaran dan berbagai arah kota dengan sarana transportasi yang mudah dan terjangkau.

Foto Koleksi Pribadi Tahun 2007


Sumber foto dari http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/08/31/corat-coret-di-benteng-rotterdam-makassar-585492.html

Inovasi pembuatan parit yang masih tersisa di lokasi sekitar benteng adalah kanal disisi selatan benteng yang menjorok kelaut. Seperti karakteristik parit benteng dibeberapa daerah lain seperti di sumatera selatan, pembanguna parit selain upaya sebagai taktik pertahanan atau strategi parit, juga untuk mengantisipasi luapan air dari laut jika sewaktu waktu  terjadi air pasang.

Tidak hanya di negerinya sendiri, sepertinya tentara sekutu yang datang dan lama mendiami suatu daerah, selalu membuat inovasi apa saja entah itu dari struktur bangunan maupun fasilitas penunjang aktifitas kehidupan yang terbukti sumbangsih pemikirannya tak lekang ditelan waktu. Kanal kota dimultifungsikan sebagai jalan raya transportasi umum dan murah tuk efisiensi lahan serta bertujuan meminimalisir polusi udara sisa pembuangan bahan bakar ke udara.

Kini, setelah mengalami beberapa renovasi, Parit kota Benteng Rottedam menjelma menjadi taman kota, tempat bercengkrama dan jalan sore menikmati eksotisme benteng Rotterdam di antara rimbun pepohonan kecil yang di minati oleh warga Makassar khususnya mereka yang ingin menghabiskan sore seraya menunggu matahari terbenam di pantai losari.

Bangunan benteng fort Rotterdam masih terlihat kokoh meski telah berusia ratusan tahun. Disekelilingnya telah berdiri berbagai tempat penginapan dan sarana hiburan serta gedung pemerintahan antara lain Hotel Pantai Gapura, Makassar Golden Hotel, Kantor Polsekta, Dermaga penyebrangan antar pulau, Museum Kota, Souvenir Cendramata, Publik Space, Tempat Hiburan dan puluhan Kuliner khas Lokal.Setelah perjanjian Bongaya di setujui dan benteng Rotterdam jatuh ke tangan Kolonial, mereka lalu melengkapi fasilitas benteng dengan desain arsitektur yang dibuat permanen untuk lebih memperkokoh lagi sistem pertahanan, salah satunya dengan saluran irigasi yang diperkirakan masih ada 14 titik hampir diseluruh area sekitar. Saya hanya berdecak kagum, disaat perang masih berkecamuk saat itu, Speelman dan pasukannya masih sempat memikirkan membuat sebuah basis pertahanan dengan dilengkapi dengan system irigasi yang ternyata manfaatnya masih dirasakan hingga saat kini.

Tuan Speelman bisa saja mengabaikan atau bahkan mungkin tak sempat lagi memperhatikan bahwa letak geografis dari kota Ujung Pandang saat itu masih jauh berada di atas daratan Belanda atau dalam kategori zona area aman dengan ketinggian daratan sekitar 1 – 25 meter diatas permukaan laut yang juga semakin diuntungkan dengan adanya muara sungai tallo dan jeneberang yang saat itu cukup untuk mengakomodir untuk sistem saluran air kota.

Speelman dan kawan kawan pun bisa jadi tidak terlena dan mengindahkan situasi tempat sekitar benteng yang masih sangat lengang, aman dan belum ada  aktifitas penduduk dengan segala permasalahan limbah pembuangannya seperti sekarang ini sehingga dengan gigih tetap  berinisiatif untuk membuat sebuah system irigasi yang kuat di samping benteng dengan daya tampung debit air dari berbagai penjuru kota.

Foto: Koleksi Pribadi , Minggu Sore Tgl 26/04/2015

Berbekal pengetahuan tentang system pengairan dan upaya mempertahankan kelangsungan hidup dari bahaya banjir inilah yang membuat Mr. Speelman and the Gang saat itu memutuskan membuat sebuah pola irigasi yang membelah jantung kota Sebelah Selatan Kota Ujung pandang dengan desain sentuhan struktur tulang dan material yang kokoh seperti drainase pipa dari bahan keramik serta perencanaan yang matang dengan segala macam pertimbangan. Tak heran jika beberapa titik bekas irigasi yang tertimbun disepanjang pantai mengarah ke utara kota masih dapat ditemukan hingga kini disepanjang barat Pantai Losari hingga hampir mencapai sudut jalan Nusantara dimana diatas tanah itu telah berdiri pabrik terigu terbesar ke dua di Indonesia yaitu PT. Berdikari yang berganti nama menjadi PT. Easter Pearl Flour Mills serta jalan Tol Reformasi Makassar).

Lupakan jangan, dibuang Sayang
Sebagai kota terbesar di kawasan timur Indonesia, Makassar terus berbenah. Laiknya kota besar lainnya ddi Indonesia, kota ini tak lepas dari permasalahan klasik yaitu banjir dan system pembuangan limbah air. Pembangunan berlangsung signifikan dan meninggalkan kompensasi adalah bagaimana pembangunan kota sedapat mungkin tidak mengabaikan system tatanan kota dan keseimbangan alam. Salah satunya adalah imbas dari pembangunan itu sendiri adalah semakin banyaknya pembuangan berupa limbah air yang memerlukan irigasi yang bermuara pada saluran kanal peninggalan masa penjajahan belanda.

Di tahun 2012 silam, revitalisasi pantai Losari Makassar bertumbuh. Dengan spirit tagline ‘ Makassar- The Great Expectation’, Tuntutan kota semakin bertambah dan berbagai pemukiman baru pun bertumbuh hingga sampai pada titik kulminasi, bagaimana agar keseimbangan hidup tetap terjaga dengan konsisten menjaga dan mempertahankan system irigasi kanal peninggalan kolonial yang masih ada sampai sekarang dengan tetap berlandaskan kearifan lokal, karakter kota dan peningkatan kualitas masyarakat secara berkesinambungan. Satu hal yang patut disyukuri adalah, pemerintah kota mungkin tidak perlu terlalu repot lagi dalam merancang dan membangun sebuah system drainase pembuangan air yang baru karena irigasi pembuangan sekarang berupa kanal besar peninggalan belanda di makassar masih berfungsi di sisi sebelah selatan benteng Rotterdam masih berfungsi dengan baik. Pemerintah tinggal menjaga kelestarian dari kanal tersebut dan membangun saluran kanal kanal kecil hampir disetiap daerah kota dimana kanal ini saling terhubungkan satu dengan yang lain dan akhirnya berkumpul pada saluran air di drainase kanal besar peninggalan kolonial untuk selanjutnya bermuara ke laut.

Saya menghayalkan, melihat hubungan diplomatik antar Negara Indonesia – Belanda yang sudah terjalin di masa sekarang akan semakin membuka kran untuk sebuah kemungkinan kerjasama antar pemerintah untuk mere-strukturisasi kembali berbagai macam peninggalan jaman perang belanda seperti system irigasi yang mungkin masih tertimbun rapi jauh di bawah tanah, mengajarkan cara mengelola system pengaturan air yang kesemuanya itu kembali lagi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang tersebar di Nusantara pada umumnya dan Makassar pada khususnya.

Bagaimana dengan cerita warisan peninggalan kolonial di kotamu?

Referensi
http://m.tempo.co/read/news/2009/11/13/058208167/Tim-Peneliti-Makassar-Telusuri-Temuan-Saluran-Air-diFort-Rotterdam

5 komentar:

solusi kewanitaan mengatakan...


blog walking :-)

solusi kewanitaan mengatakan...

blog walking :-)

dian JA mengatakan...

Indonesia yang terasa seperti di negri Belanda. Asyiiik...

dian JA mengatakan...

Waah. asik ya. Indonesia yang terasa di geri Belanda..

isya julianto mengatakan...

kok komennya blogwalking semua. Ada apa sih ini?