Rabu, 20 November 2019

BUNKER JEPANG; RAWAT ATAU MUSNAH

Kabupaten Maros layak bersyukur. Belum cukup sebulan lalu, daerahnya telah di tetapkan sebagai ASEAN Heritage Park (AHP) yang di umumkan di acara Sixth ASEAN Heritage Park Conference di Negara Laos pada Tanggal 21-25 Oktober 2019. Penghargaan ini diberikan atas dasar pengkategorian bahwa Kabupaten Maros adalah daerah kabupaten dengan pemilik keindahan Hutan karst terluas kedua di Dunia setelah Tiongkok. Kabupaten Maros dianggap memenuhi spesifikasi daerah dengan daya dan keunik karakteristik alam berupa Karst, Goa dengan batuan stalaktik dan stalakmit, syurga kerajaan kupu kupu- The Kingdom Of Butterfly dan batuan gamping yang menjulang tinggi.


(Sumber foto: Republika)

Karunia warisan alam yang indah oleh Kabupaten Maros ini tentu tak lepas juga dari sejarah dan bukti penelitian para ahli geologi di mana jutaan tahun yang lalu, batu karang yang terbentuk ini dahulunya berasal dari dasar lautan. Penelitian ini juga mengenai bukti jejak kehidupan manusia dijaman lampau di kabupaten Maros ini bahwa setelah menjadi daratan, area ini kemudian di huni oleh manusia purba yang kemudian hidup dengan menempati gua-gua.

Kehidupan manusia prasejarah di Maros ini akhirnya diangkat oleh para Arkeolog yang menyebutkan bahwa di beberapa tempat di Maros seperti Leang leang dan Gua Pettae, kehidupan manusia jaman lampau ini telah berlangsung sejak jaman Megalitikum yaitu sekitar 3,000 tahun sebelum Masehi. Bukti keberadaan mereka sampai sekarang masih bisa dilihat saat berpelesiran kesana. Kita dapat mengabadikan gambar berupa lukisan telapak tangan, alat serpih, fragmen tulang babi dan monyet serta mata panah bergerigi dari jaman Megalitikum dan Neolitikum.


Lukisan ini berserakan di gua-gua prasejarah di kawasan karst Maros yang membentang hingga Kabupaten Pangkep dengan karakteristik topografi alam relief dan drainase yang khas membentuk tipe towers kars dengan bukit yang terjal, gamping dan leang.

Menurut beberapa sumber, Banyaknya peninggalan batu besar dan kerangka mahluk hidup manusia  purba dan hewan laut yang berserakan dan relief ini merupakan bukti peninggalan kehidupan zaman yang gemar berburu dan mengumpul. Keseluruhan jejak peninggalan purba ini sekarang telah berada dalam pengawasan, pengelolaan dan perlindungan pemerintah Taman Nasional Bantimurung – Bulusaraung Kabupaten Maros.

KERAJAAN MAROS DAN JAMAN PENJAJAHAN JEPANG

(Foto: Koleksi Pribadi)

Seiring zaman, manusia purba tersebut punah dan peradaban pun bergulir. Kabupaten Maros berkembang menjadi daerah kerajaan Marusu yang diapit oleh dua kerajaan besar; Gowa dan Bone. Posisi stategis tersebut yang kemudian pada perang dunia kedua tersebut membuat tentara Jepang ingin menguasai daerah Maros dan sekitarnya. Secara silsilah, kerajaan Maros mempunyai pengaruh penting dalam peta kerajaan di Sulawesi karena sebahagian besar raja-raja dan bangsawan di Sulawesi Selatan adalah keturunan Raja Marusu’ (Maros) termasuk salah satunya adalah Karaeng Pattingalloang, yang merupakan putra Tallo-Marusu Gowa yang terkenal dengan kepandaiannya menguasai banyak bahasa dan falak di usianya yang masih sangat Muda serta  pahlawan Nasional Sultan Hasanuddin, yang lebih dikenal dengan gelar Ayam Jantan dari Timur.


Nama kedua pahlawan Nasional berdarah Marusu' ini sangat termasyur dan telah terpatri pada ratusan literatur serta kajian karya tulisan nasional dan Intenational. Patung Sultan Hasanuddin sendiri telah menjadi Ikon kota, berdiri kokoh di gerbang Masuk Bandara Udara International Sultan Hasanuddin di Mandai- Kabupaten Maros.

(Foto: Koleksi Pribadi)

Sejak tentara Jepang melakukan pendaratan pertama kali  tanggal 9 February 1942,  mereka telah menguasai hampir seluruh wilayah sebelum akhirnya takluk oleh sekutu di tahun 1945. Selama kurun waktu tiga tahun, mereka menguasai beberapa wilayah strategis daerah daerah sekitar Makassar seperti daerah lapangan terbang Kadieng, yang oleh Jepang akhirnya mengganti nama lapangan terbang tersebut menjadi Lapangan Terbang Mandai, sesuai dengan nama daerah yang dikuasainya tersebut.

Melihat topografi Kab Maros yang berpundak dan beberapa bukit, jarak yang stategik dan di anggap dapat menopang kebutuhan keamanan dan taktik perang, tentara angkatan Laut Jepang ini kemudian membangun beberapa bunker tempat persembunyian untuk melindungi diri mereka dari serangan tentara sekutu yang saat itu mulai gencar menginvasi tentara Jepang. Bunker-bunker ini bertebaran di beberapa bukit dengan  titik ketinggian. Di kecamatan Mandai sendiri hingga ke daerah Camba tercatat, hampir sepuluh buah yang sudah teridentifikasi. Keseluruhan bunker ini mayoritas berbentuk atau berdenah model huruf Z dan T dengan struktur beton bertulang yang warnanya sudah mulai pudar.

Bungker Jepang ini berukuran kecil. Hanya ada lubang pintu masuk dan keluar. Kapasitasnya hanya bisa dilalui oleh satu orang dengan cara merunduk masuk. Namun jika berada di dalam bunker, bisa menampung hingga 4 orang. Bunker ini juga menjadi penanda sejarah tentang bagaimana cara tentara Jepang dalam upaya mempertahankan hidup, menerapkan strategi pertahanan darat yang efektif dan efisien dengan memanfaatkan aspek alam berupa bukit dan hutan untuk menghadang ancaman dan melindungi diri. Kini, beberapa peninggalan bunker Jepang tersebut masih dapat dilihat di beberapa tempat di daerah Mandai dan Camba di Kabupaten Maros.

IHWAL CERITA DAN BUNKER: RAWAT ATAU MUSNAH
“Kakek saya bilang, pesawat itu berputar putar diatas sana lalu menghilang masuk ke dalam bukit”
Demikian kata pemuda itu, seorang pedagang madu hutan yang lupa saya tanya siapa namanya saat  rehat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan bersama keluarga, melintasi hutan alam Karaengta di daerah Camba- Kabupaten Maros menuju daerah Kabupaten Bone.

Ihwal cerita pemuda penjual madu hutan itu tentu tak bisa langsung saya percayai begitu saja. Perlu riset dan bantuan orang ahli atau mungkin juga Arkeolog yang bisa menelitinya lebih mendalam. Selama kurun waktu 1942 - 1945, tentara Jepang bermukim dan menjadikan beberapa daerah Maros sebagai basis kekuatan dan pertahanan hingga harus takluk pada Sekutu.

Menurut cerita turun temurun, kebiasaan tentara Jepang apabila kalah berperang adalah dengan menyembunyikan barang rampasan perang di dalam gua gua atau tempat persembunyian rahasia lainnya atau menghancurkannya. Bila menghubungkan kisah pemuda tersebut, bisa jadi apa yang dilihat dan diceritakan oleh bapak itu benar adanya. Di dalam perut bentangan karst disana, masih banyak misteri yang belum terkuak. Seiring zaman, gua gua karst disana semakin rimbun dan tertutupi hutan, hanya menunggu waktu untuk di jamah peradaban kota.

Tapi cerita tinggallah cerita. Sampai sekarang belum pernah terdengar ada temuan harta karun di bukit karst Camba Maros.  Di jaman sekarang, berbicara seperti itu harus melewati kajian teoritik dan ilmiah. Sudah ada alat berupa mesin detector logam yang bisa mendeteksi keberadaan benda benda seperti bangkai pesawat yang jatuh atau setidaknya menentukan titik koordinat suatu benda yang sulit terjangkau  daripada harus mencarinya dengan cara konvensional.

(Foto: Koleksi Pribadi)

Di beberapa tempat di Indonesia, bunker peninggalan Jepang banyak ditemukan. Setiap daerah mempunyai cara sendiri dalam upaya melestarikan bunker tersebut. Di kota Makassar sendiri, terdapat tiga bunker yang berada didaerah delta lakkang. Untuk menuju kesana harus melewati daerah kampung kera-kera hutan bakau yang berada dalam area kampus Universitas Hasanuddin Makassar. Sarana transportasi sampai sekarang ini mengandalkan jasa trasportasi perahu kayu dari dermaga Lakkang yang bisa menampung penumpang hingga 10 orang . Delta ini sering dijadikan tempat penelitian ilmiah, tempat wisata bahkan tempat mengais rezeki, beternak udang dan hasil sungai bagi masyarakat sekitar. Sayangnya, saat melihat langsung kondisi bunker tersebut, kondisi bunker tidak terawat. Sampah daun kering disana sini. Gundukan tanah sudah nyaris menutupi fisik bunker. Di atas bunker hanya ada satu tiang banner dari salah satu provider telekomunikasi.


Lain padang lain belalang. Kondisi bunker di Delta Lakkang- Tamalanrea Makassar rupanya cukup berbeda di bunker pada daerah Mandai, Kabupaten Maros. Karena sesuatu urusan, saya mendatangi kantor Lurah Mandai yang jaraknya berkisar 2 km, tak jauh dari bandara udara lama Sultan Hasanuddin. Bandar udara lama ini jaraknya lebih mengarah ke kota Maros. Sekarang ini di alih fungsikan hanya untuk penerbangan Jamaah Haji dan Angkatan Udara saja. Jaraknya juga kurang lebih sekitar 2-3 kilo dari bandara udara Intenational Sultan Hasanuddin yang baru, atau sekitar 25 km dari kota Makassar.



(Foto: Koleksi Pribadi)

Kantor Lurah Mandai ini rupanya cukup unik. Bangunannya berada di atas bunker peninggalan Jepang, di mana sisi pintu kanan bungker di biarkan terbuka tapi pintu masuk kedalam sengaja di tutup. Menurut pak Mustari, salah satu staf kantor lurah tersebut, pintu tersebut sengaja ditutup karena akses keluar bunker langsung menuju rumah penduduk yang berada disisi kiri kantor lurah.

Bunker Jepang di kantor Lurah Mandai ini adalah salah satu dari beberapa Bunker yang sudah terdata oleh pemerintah kota Maros serta balai konservasi Dinas Pariwisata Kabupaten Maros. Meskipun keberadaan bunker ini lebih di manfaatkan sebagai penopang gedung kantor, beton bunker yang lain masih nampak menjorok keluar, menyisakan jalan pintu bunker yang tidak dibuka untuk umum. 

Saya belum bisa mengkategorikan apa bungker ini sudah dikelola dengan baik atau tidak tapi sepintas dengan melihat secara fisik, sepertinya untuk sekarang, keberadaan bungker ini dimaksimalkan hanya untuk mendukung gedung kantor saja. Pemerintah setempat dan  masyarakat yang tinggal disekitar bunker juga memanfaaatkan bungker tersebut sebagai salah satu destinasi wisata atau sekedar menjadi tempat berkunjung bagi anak sekolah untuk berwisata sejarah.

Tak jauh dari kantor lurah Mandai, tersebut, tepatnya di jalan raya Barandasi yang mengarah ke Timur kota, terdapat bunker berbentuk Z yang berada di tengah tengah pemukiman warga. Untuk menemukannya tidak terlalu sulit. Cukup melongok kearah kiri jalan raya. Harus jeli agar tak terlewat. Bungker ini sepertinya tak terawat. Bagian atas sudah terkelupas. Pintu masuknya sedikit tertutup oleh tanah yang sudah turun. Bisa jadi beberapa hewan tanah sudah bersarang didalamnya. Di ujung keluar bunker menghadap ke tembok warga disampingya. Hanya ada satu pohon besar sebagai penanda letak bunker. Selebihnya hanyalah penampakan warung makan dan rumah penduduk. Bunker ini hanya sesekali di jadikan tempat bermain anak, bahkan dianggap angker bagi sebahagian penduduk.

Mengarah sedikit ke timur. Dari bunker berbentuk Z tadi, kita juga bisa menemukan bunker lain yang berada didalam kompleks warga kompleks. Nasib bunker yang ini malah lebih menyedihkan. Posisi bunker hanya bisa di lihat dari balik pagar bambu rumah warga. Fisik bunker hampir keseluruhan tertutupi tanah dan sudah bersambung dengan dapur rumah warga tersebut. Hanya jalan setapak yang hanya bisa dilalui oleh kendaraan bermotor untuk menuju kesana dan tak ada akses selain harus memutar kembali ke jalan besar.






(Foto: Koleksi Pribadi)

Pemerintah Kabupaten Maros sepertinya masih harus bekerja keras untuk menyelamatkan beberapa peninggalan bunker tersebut. Tapi tentu hal ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Di sisi lain, pembangunan kota juga harus terus berjalan. Jalur Camba sebagai jalur lintasan antar kabupaten merupakan jalan raya vital yang di buat dengan membelah hutan untuk bisa menghubungkan daerah antar kabupaten lainnya. Di sisi lain, banyaknya penemuan bunker baru yang belum terdata di sepanjang jalan perbaikan pembuatan jalan layang tersebut membuat Pemerintah harus mendata ulang kembali kebijakan pemeliharaan, agar program pembangunan kota dengan pemeliharaan cagar alam tidak berbenturan. Perbaikan pelebaran jalan diharapkan dapat terlaksana tanpa merusak cagar alam yang yang sudah terpelihara, termasuk nantinya bunker peninggalan Jepang.

Semoga dengan penambahan dan perbaikan Ruas jalan dan penemuan beberapa bunker baru tersebut bisa menjadi sinergi yang saling berkaitan. Akses jalan dapat mempermudah kita untuk mengunjungi bunker bunker yang telah dikelola dengan lebih baik lagi agar kelak menjadi cerita, merawat sejarah bagi anak cucu kelak.




Ingin ikut berpartisipasi merawat cagar alam di daerah kita masing masing agar selalu terawat dan tidak musnah itu gampang. Jika kalian merasa sebagai seorang yang ikut mencintai alam dan cagar budaya, serta selalu menjaga lingkungan sekitar, salah satu cara paling mudah sekarang adalah dengan mengajak mengikuti kompetisi :Blog Cagar Budaya Indonesia: Rawat atau Musnah!’ yang berhadiah total 18 Juta Rupiah. Masih ada kesempatan untuk ikut serta hingga tanggal 20 November 2019.

Tidak ada komentar: