Sabtu, 13 Desember 2008

Ber "LOVELY DECEMBER" di Pulau Batang Lampe - Kab. Sinjai

Kab. Sinjai Pukul 15.30 Wita. Cuaca sore terlihat mendung. Saya jadi sedikit khawatir perjalanan ke Pulau kali ini menjadi kurang mengasyikkan akibat hujan deras. Untungnya nahkoda kapal bisa meyakinkan bahwa tidak lama lagi langit akan kembali biru.

Benar juga. Beberapa saat setelah perahu kami bergerak meninggalkan dermaga Cappa Ujunge, awan hitam segera berarak pergi. Yang tampak hanya lembayung mega dengan rona senja mengantar perjalanan kami.

Laju kapal bergerak perlahan. Ombak tenang. Sepanjang perjalanan kami menghabiskan waktu dengan hanya duduk bengong di dalam perahu. Karena sedikit gerah, kami akhirnya memilih naik dan duduk di atap perahu sambil melepaskan pandang. Sejauh mata memandang yang tampak hanyalah riak biru air dan beberapa gugusan pulau kecil disekitar perairan kabupaten Sinjai- Sulawesi Selatan.





Tujuan kami kali ini adalah mendata ulang serta menverivikasi beberapa kelompok petani rumput laut di Pulau Batang Lampe. Pulau Batang Lampe adalah salah satu Pulau dari gugusan Pulau Sembilan yang merupakan pulau terjauh dari gugusan pulau sembilan Kab.Sinjai. Bentuk Pulau ini memanjang seperti balok kayu. Mungkin inilah yang membuat pulau ini dalam bahasa setempat disebut "Batang Lampe" (Batang kayu yang memanjang). Jadi Pulau Batang Lampe adalah Pulau yang memanjang layaknya batang atau kayu. Letaknya di sebelah paling utara lepas pantai Sinjai. Pulau terdekatnya adalah Pulau Kodingare, sebuah pulau yang terkenal sebagai “surganya Rumput Laut” bagi penduduk sekitar.

Jika di lihat dari jauh, kedua pulau ini seperti tampak bersambung menjadi satu. Meski jumlahnya tidak sebanyak di Pulau Kodingare, di Pulau Batang Lampe ini, kita juga bisa menemui beberapa keramba rumput laut petani yang tersebar di sekitar pulau. Upz hampir lupa, meski berbeda Pulau, Pulau Batang Lampe dan Kodingare merupakan satu kesatuan wilayah desa admistratif yaitu Desa Padaelo.

Ada tujuh orang rombongan kami saat ini. Sambil sesekali bersenda gurau, tak ayal kami tergelak dan bercengkrama riang jika ada hal yang terasa menggelitik. Duduk di atas geladak perahu sepertinya tak lengkap tanpa ditemani secangkir minuman kaleng atau kopi dan penganan kecil sambil memandang laut luas.



Perjalanan menggunakan perahu biasa menempuh waktu kurang lebih 1.jam 30 menit untuk sampai ke Pulau Kambuno. Itu jika laut tenang. Begitu tiba, Rombongan kecil kami langsung menuju ke Rumah Pak Sabir, salah satu ketua kelompok petani rumput laut di kecamatan Pulau Sembilan untuk beristirahat sejenak. Sekalian menjemput beliau untuk bersama sama menuju ke Pulau Batang Lampe yang jaraknya masih sekitar 30 menit dengan menggunakan perahu yang sama.

Tanpa basa basi kami langsung menyantap hidangan ala Tuan Rumah. Seiring dengan suasana sore dipulau yang mulai temaram, Lampu Genset sudah mulai dinyalakan. Maklum, Sebagai pulau kecamatan, resor kepolisian dan pulau terpadat, Pulau Kambuno ini mendapat fasilitas genset langsung dari PLN yang bisa beroperasi mulai dari jam 6 sore - jam 6 pagi (12 Jam). Sedikit lebih lama dibandingkan dengan beberapa pulau sekitar termasuk pulau Batang Lampe yang hanya dari jam 6 sore sampai 11 malam (5 Jam) saja. Itu karena untuk sementara hanya mengandalkan genset swadaya masyarakat. Jadi Untuk mensiasatinya, beberapa penduduk memanfaatkan sumber energi surya untuk mengalirkan listrik. Tetapi cara itu juga hanya terbatas untuk penerangan lampu rumah yang hanya mampu bertahan untuk masa pakai berkisar 2-3 jam saja.

Fiuhh.. saat yang ditunggu telah tiba. Informasi dari nahkoda mengatakan kami sudah harus bersiap siap. Perjalanan pun dilanjutkan. Suasana jadi hening. Hanya deru mesin motor yang memekik di telinga, memecah keheningan malam. Bertepatan dengan temaram cahaya bulan purnama yang mulai tertutupi awan gelap dan angin yang berhembus keras sehingga tidak mampu menerangi malam di laut. Akhirnya nyala lampu perahu berpijar seakan menari mengikuti irama tiupan angin laut.

Angin malam serasa ke tulang sum sum. Saya jadi sedikit mual. Syukurlah, hal ini tidak berlangsung lama. Perahu kami pun sukses berlabuh di dermaga Batang Lampe yang sunyi. Di kejauhan tampak sudah menunggu pak Makmur – Kepala Desa Pulau Batang Lampe dan beberapa stafnya yang menyambut kami dan langsung mengantar untuk menuju rumah pak kades. Tetapi beberapa rekan termasuk saya akhirnya "membelot" karena tidak sabar untuk langsung melempar mata kail. Mengadu peruntungan tuk sekedar mencari ikan atau cumi pelengkap makan malam nanti.






Usai makan malam, kami duduk duduk di teras rumah pak kades. Seraya menghisap rokoknya, beliau berbicara panjang lebar mengenai kondisi dan kehidupan masyarakatnya. Rupanya Pak kades masih tergolong Kades baru juga dipulau ini. Beliau seorang Insinyur Teknik Perkapalan dari UNHAS yang lama di perantauan hingga akhirnya memutuskan untuk kembali kekampung, menelorkan ide dan pemikiran untuk mengajak penduduk Pulau untuk bersama sama membangun desa tercinta.

Horeee … akhirnya acara bebas. Usai berbincang bincang dengan pak Kades, kami minta ijin untuk sekedar melihat lihat suasana malam di pulau. Tak lupa sebelum berjalan jalan mengitari pulau, pak kades kembali mengingatkan bahwa kalau bisa kembali sekitar jam 11 malam nanti, karena lampu genset akan dimatikan.

====================================================================================

Berwisata Ke Pulau Batang Lampe bisa di jadikan sebagai salah satu alternatif tempat berlibur bahari untuk sekedar melepaskan penat di akhir pekan. Untuk menuju kesana, sementara ini hanya bisa dilalui lewat jalur laut. Tapi jangan khawatir, transportasi lautnya cukup lancar. Setiap harinya, tersedia kapal perahu dan boat yang siap mengantarkan kita berwisata ke Pulau Batang Lampe. Alam yang asri, bukit batu karang dan laut biru menjadi ciri khas pulau ini. Beberapa tempat wisata seperti Batu Balandae (batu berbentuk tentara Belanda sedang menembak).

Menurut cerita rakyat, konon katanya batu tersebut tempat bernaung para penjajah belanda di jaman kemerdekaan. Sewaktu berburu kehutan, salah satu serdadu belanda bernaung di bawah batu besar itu. Bersamaan dengan hujan dan petir yang tiba tiba menyambar tubuh sang serdadu. Bercak darah dan tubuh sang serdadu pun terhempas ke batu. Sampai sekarang, ornamen batu berwarna putih dengan corak kekuningan berbekas menyerupai tubuh sang serdadu. Itu sekelumit cerita yang saya dapat mengenai Batu Balandae. Selain Batu Balandae, kita juga bisa menikmati Pasir putih dan batu karang, Sarang burung Walet (dalam taraf penelitian), pembudidayaan teripang dan rumput laut serta beberapa titik lokasi mancing dan penyelaman (diving) juga bisa dilihat disini. Menurut pak Kades, Meski masih standart, kedepannya beliau akan menggandeng beberapa investor dan pemda setempat untuk bersama sama mengelola objek wisata pulau Batang Lampe.

Oh ya, Pulau ini berpenghuni sekitar 80 an KK. Kurang lebih hanya sekitar 30% dari area pulau yang dipakai sebagai tempat bermukim. Selebihnya merupakan bukit, dan batu karang dikelilingi laut. Mengingat bentuk pulau yang memanjang, letak rumah penduduk terbagi dua. Sebahagian penduduk tinggal di sebelah Selatan dan Sebahagian lagi di Utara. Adanya bukit yang memisahkan mereka tidak membuat keakraban dan silaturahmi menjadi renggang. Sehari harinya untuk menuju ke kampong sebelah, kita bisa menyusuri anak tangga yang menanjak dan berliku untuk sampai kesebelah. Kita juga bisa menggunakan perahu untuk memutari pulau. Kadang kala kita juga bisa berjalan menyusuri pulau jika air laut surut di pagi hari. Tetapi konsekuensinya adalah jika ingin menyusuri pulau dengan berjalan kaki, jangan lupa bangun paginya lebih awal dan men-mengisi ulang baterei (cash) hp dan kamera pocket di malam harinya.













Pak Kades berharap, suatu saat Desa Padaelo, Pulau Batang Lampe ini bisa lebih berkembang lagi setenar dengan pulau pulau wisata lainnya. Alam yang masih asri serta penduduk yang ramah setiap saat dengan senang hati menerima kedatangan para pengunjung yang ingin berwisata bahari, menikmati keindahan alam bahari pulau Batang Lampe. Sebuah Niat yang sangat mulia. Tentunya semuanya itu diperlukan kerja keras dan sentuhan para investor serta pihak terkait untuk mewujudkannya. Ayo ber-lovely December di Pulau Batang Lampe-Kab.Sinjai

Tulisan ini juga di muat di Panyingkul.com

8 komentar:

takdir mengatakan...

foto-fotonya bagus, kita kasi masuk mi juga di panyingkul.com juga, *Sinjai bisa tonji* :)

unga mengatakan...

wiiiiw serunya dih

Anonim mengatakan...

Wah,senangnya kalau bisa menikmati ciptaan Tuhan

Sudarianto mengatakan...

salam kenal dari makassar, kapan2 kalau ke sinjai aku ingin ngintip pulau batang lampe

Sudarianto mengatakan...

wah, ternyata di sinjai indah ya. Perlu diprogramkan semalam di Sinjai. Mudah2an suatu saat dapat bermalam semalam di Sinjai, terus semalam di Batang Lampe.

Anonim mengatakan...

jadi pengen ne....jalan2 ke sana....
Memang nusantara kita begitu indah....Mubaziar kalau tidak dinikmati bersama- sama....

He....

Anonim mengatakan...

setelah baca di panyingkul, saya tertarik tentang itu.. batu belanda. :))

sayangnya ndak ada foto yang skalatis. misalnya ada orang di dekat batu itu waktu difoto, supaya yang liat fotonya bisa mengira-ngira ukuran batu itu.

Anonim mengatakan...

senang ya jalan2 terus :D