Senin, 18 November 2013

Larut Laut

Foto Losari Tempoe Doeloe - dari berbagai Sumber

Mungkin dalam beberapa tahun ke depan tempat ini bukan lagi tepi pantai. Tepi pantai akan dipindahkan ke tengah laut. Mungkin – sebab lihatlah di sana, alat berat  terus membuang timbunan ke pantai. Terus menimbun dengan alasan membangun kota masa depan. Tepi pantai yang saya duduki ini, kelak hanyalah menjadi tempat, entah. Mungkin tempat parkir.

Makan pisang Epek di bangku Pantai 'terpanjang'  Losari yg tersisa

Saya mengambil gambar beberapa bangunan yang berada di tepi pantai. Untuk kenang-kenangan. Hm, beberapa tahun mendatang, bangunan-bangunan tepi pantai itu akan berada di tengah kota. Demikian pula tempat yang saya duduk ini akan berada di tengah kota. Cukup aneh, wilayah yang masih penuh dengan daratan ini, justru diperluas dengan terus menimbun pantai -- guna membangun tempat tinggal dan sarana beraktivitas.

Tepi pantai ini, dulu, sering menjadi tempat hiburan massal bagi warga kota dan sekitarnya. Pada pertengahan tahun 70-an, saya ingat pernah beramai-ramai dengan teman dari arah perbatasan Gowa-Makassar berjalan kaki ke Losari untuk menyaksikan atraksi terjun payung. Sangat menggembirakan. Jalan kaki ber-km-km kala itu tidak terasa.

Dengar-dengar pada tahun 50-an, Pantai Losari sering menjadi ajang lomba perahu tradisional mengangkut kopra 100 ton dari Makassar ke Tanjung Priok, Jakarta. Perlombaan tahunan yang diikuti perahu tradisional dari seluruh Nusantara. Saya dengar, pemenangnya selalu perahu dari Makassar.

Nun di sana terlihat Pulau Laelae. Pulau yang sudah kosong karena penduduknya dipindahkan ke Kampung Nelayan di kawasan Biringkanaya. Konon nama Laelae diambil dari teriakan orang Tionghoa yang meminta orang datang ke pulau itu.

Nobar bareng Istri: TKVD di Mall Panakkukang Mks

Losari memang romantis. Puisi, cerita pendek, novel, roman, naskah drama, banyak tercipta karenanya. Almarhum Buya Hamka kabarnya mengakui sangat menyukai Losari. Ide penulisan roman terkenal, Tenggelamnya Kapal Van der Wijk terinspirasi dari Pantai Losari.  Nuansa Makassar sarat dalam roman tersebut dengan memunculkan karakter orang laut seperti Bachok, Daeng Masiga, Daeng Manipi, dan Amma Basse.

Seorang pengarang Australia, Alexander Buse, pada 1980, menggelar pertunjukkan drama di Melbourne Theatre berjudul Makasar Reef. Naskah itu disusun Buse berdasarkan pengalaman romantisnya di Makassar.

Ah, masa sudah berubah. Selamat tinggal masa lalu.

Saya melemparkan pandang ke arah Kampung Lette, masih terlihat satu-dua perahu nelayan yang tertambat. Kampung Lette banyak dihuni warga urban. Mereka umumnya datang dari Takalar dan Jeneponto. Ada juga dari desa-desa Bugis. Mereka tumbuh di pinggir pantai. Hidup-matinya di laut. Dengan laut yang tertimbun, mereka nyaris kehilangan laut. Laut mereka tersisa seperti danau yang setiap waktu mengalami pendangkalan. Mereka semakin jauh dari laut.

Alat-alat berat terus menimbun laut. Menimbun kisah-kisah kebanggaan tentang laut. Tentang pelaut Bugis-Makassar yang sampai ke Madagaskar, Australia, Kanada, dan Amerika. Konon kabarnya penamaan benua Amerika lantaran teriakan pelaut Bugis-Makassar yang kapalnya kehilangan angin: Ammiriko angingAmmiroko angin! Akhirnya dinamakan Amerika. Benar-tidaknya hal itu tapi yang benar, jejak pelaut Bugis-Makassar ada di Amerika.

Khawatir dengan keperkasaan pelaut Bugis-Makassar, penjajah Belanda berupaya menghapus jejak laut itu dengan menggiring masyarakat ke darat, bertani -- menghasilkan kopra, cengkih, lada, kopi, dan rempah-rempah lain. Laut ditanamkan sebagai sesuatu yang hina. Makan ikan bisa cacingan. Anak sekolah diajari menggambar gunung-sawah-pohon-matahari. Tidak menggambar perahu dan laut.

Maka bila sekarang kita membuka daftar nama-nama taruna angkatan laut, mana nama-nama dari Bugis-Makassar? Benar, kita adalah keturunan pelaut yang semakin  jauh dari laut.

Makassar tidak lagi mencintai laut. Makassar telah meninggalkan lautnya. Makassar mulai menjauh dari laut.

  (NAD/Fajar 17 Nov 2013)

4 komentar:

travel mengatakan...

aduh, inilah alam yang dikorbankan hanya untuk memenuhi keinginan manusia...

Blog for Free mengatakan...

kita harus menjaga alam kalo tidak anak cucu kita tidak bisa menikmatinya lagi

INSPIRE Consulting mengatakan...

Tapi reklamasi kadang diperlukan juga kan? masak singapura aja yg ngelakukan reklamasi, hehehehe...

social bookmarking mengatakan...

bener-bener kecewa kalo sampai tempat ini diubah