Sabtu, 25 Agustus 2007

Lelaki dari Tanjung Bira

Masyarakat Bugis. Begitulah sebutan bagi masyarakat asli sulawesi selatan selain suku makassar, mandar dan toraja.
Meski saya suku bugis, Hampir sepuluh tahunan saya tidak pernah menengok kampung-tanah kelahiran bapak saya lagi.. akibat kesibukan dan waktu, kadangkala terbersit juga kerinduan akan kampung halaman. Biasanya, Saya cuma kebagian tugas jaga rumah bila ada keluarga atau handai taulan yang mengadakan perhelatan perkawinan di sana.

Kabupaten Bulukumba, banyak tempat wisata disana. Desa wisata-Kajang yang terkenal dengan adat istiadat nya yang teguh dalam menjaga kelestarian alam, meski sedikit bernuansa mistis dengan ciri khas baju hitam2 bila ingin masuk ke desa adat, ammatoa tetap menjadi daya tarik baik wisatawan domestik maupun manca negara untuk berkunjung ke desa tersebut.
Oh ya yang tak kalah terkenalnya adalah pantai bira dengan pasir putihnya.Perjalanan ke Bira dari Makassar sejauh kira-kira 195 kilometer membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam dengan kondisi jalan tidak semuanya mulus. Perjalanan ke arah tenggara itu akan menyusuri jalan-jalan di Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, dan Bulukumba. Dari Kota Bulukumba, jaraknya sekitar 42 kilometer. Daya tarik Pantai Bira adalah pasir yang halus dan lembut, seperti tepung. Pasir itu merupakan kikisan karang di tebing-tebing atau dasar laut yang dihantam arus dan gelombang sepanjang waktu. Boleh jadi karena halusnya, tak jarang pengunjung mengambil untuk dibawa pulang menggunakan plastik.

Dibandingkan dengan banyak pantai di sejumlah pulau di Tanah Air, pasir putih di Tanjung Bira, Bulukumba, Sulawesi Selatan, sungguh unik: sangat halus dan lembut laksana tepung. Pasir halus itu membentang cukup luas, kira-kira sepanjang hampir tiga kilometer dan lebar 50-an meter, di antaranya 30 meter terhampar di pantai dan 20 meter terendam di laut. Sepanjang mata memandang, warna putih tampak dominan. Di hamparan pasir halus itu, turis asing berjemur di panas matahari berjam-jam.

Bukan hanya berjemur, berenang di Bira boleh dikata paling mengasyikkan. Siapa saja tak khawatir terkoyak karang atau cangkang kerang karena berenang dalam jarak 20 meter hanya pasir halus yang terinjak. Tak mengherankan jika ibu-ibu membiarkan anak-anak mereka berlarian di hamparan pasir bertelanjang kaki atau berenang di laut, apalagi ombak tak besar. Menurut penduduk setempat, pasir halus itu juga tergantung musim. Pada musim barat antara Oktober-April, pasir melimpah. Tetapi, pada musim angin timur antara April-Oktober, pasir berkurang. Pantai Bira sering lho dijadikan lokasi pemotretan, tempat peristirahatan dan bahkan lokasi pembuatan sinetron dan film. Salah satunya adalah sinetron nasional berlatar budaya sulsel yaitu "lelaki dari tanjung bira" yang dibintangi oleh desy ratnasari dan ilham anwar.

Jika anda yang suka dengan daerah dingin, perkebunan karet, bulukumba lah tempatnya. Anda bisa berkunjung ke pabrik karet di daerah pa'langisang, dahulu sih masih didaerah kampung saya tepatnya di balangriri- perkebunan PT. London-Sumatera. Sangat menyenangkan sekali berjalan2 mengitari perkebunan karet baik dengan jalan kaki maupun dengan mengendarai kendaraan pabrik atau motor. Sepanjang jalan hanya deretan pohon karet yang berjejer rapi serta tampak penyadap karet yang sibuk menguret batang pohon karet. Sesekali kita akan melintasi sungai kecil dengan tempat peristirahatan untuk sekedar melepas lelah. Dan Jika beruntung, kita juga akan mendengar teriakan / lengkingan monyet dikejauhan serta sesekali tampak beberapa anak monyet yg bergelantungan di antara pohon karet.

Mmenginjakkan kaki kembali di desa Mattoanging-kecamatan bulukumpa kabupaten bulukumba, ingatan saya kembali melayang ke beberapa tahun silam. Banyak kenangan indah disini. Jika libur sekolah tiba, saya sering main kerumah kakek. Setiap harinya Bila shubuh tiba, kakek saya sudah pergi ke mata air yang berjarak sekitar 6 meter menuruni kebun untuk pergi mengambil air. Pada saat itu listrik belum masuk, jadi sumur pompa tidak bisa digunakan. Mendiang kakek sering mengajak saya memetik cengkeh dan mengitari kebun karet dipagi hari.. Kebun tersebut berada dibelakang rumah. Sekarang Rumah kakek sudah tidak ada.. Tinggal tiang2 penyangga yang tersisa. Sepeninggal kakek-nenek, paman berinisiatif merenovasi rumah tersebut dan untuk sementara menanami tanah yang kosong dengan tanaman ubi dan rambutan. Sebuah kenangan manis yg tak akan terlupakan.

1 komentar:

Tira77 Blog'S mengatakan...

mamntap tulisannya bro