Senin, 17 Agustus 2009

Mengenang Sang Komponis



Syukur Alhamdulillah, hari ini Bangsa Indonesia tepat berusia 64 Tahun. Semarak Ulang Tahun dan peringatan detik detik proklamasi di Indonesia masih berlangsung di Istana Merdeka. Gemuruh Lagu Lagu perjuangan di sesi Aubade kembali menggelorakan semangat patriotisme kebangsaan Kita akan Cinta tanah Air. Peran serta para pejuang komponis kemerdekaan itu turut meberikan karya monumental dalam menyerukan semangat meraih kemerdekaan. Diantara nama nama besar komponis kemerdekaan seperti Kusbini, WR Soepratman, H Mutahar dan lain lain, sosok Komponis mendiang Ismail Marzuki merupakan satu dari beberapa nama yang patut tercatat dalam sejarah perjuangan republik Indonesia.

Ismail Marzuki mendarma baktikan sumbangsih pemikiran dan perasaan cinta tanah airnya dalam bentuk ritme syair dan lagu berlafadz patriotik. Ia berperang dengan caranya sendiri, memberi sumbangsih ode berupa karya lagu romantisme dan kekuatan syair monumental perjuangan sepanjang masa. Nah, Menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia Ke 46 Saya ingin ikut berbagi kebahagiaan dengan informasi Copas Dari Tempo Interaktif semoga bermanfaat :) :)
---------------------------------------------------------------------------------
Ismail Marzuki telah tiada 50 tahun lalu, dalam usia 44 tahun. Namun, nama sang komponis tetap hidup hingga kini. Putra Betawi ini meninggalkan sekitar 250 karya musik. Tema romantisme perjuangan dan cinta mendominasi karyanya. Siapa tak kenal Rayuan Pulau Kelapa, Halo-halo Bandung, dan Sepasang Mata Bola.

Jumat malam pekan lalu, karya-karya Ismail Marzuki diperdengarkan di Pusat Perfilman Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta Selatan. Ratusan tamu menyimak reinterpretasi yang dibawakan Tohpati Big Band. Di ujung mikrofon, beberapa biduan ternama bergantian menyanyikan lagu-lagu karyanya. Ada Baim, Rio Febrian, Andien, Rieka Roeslan, penyanyi senior Gatot Soenjoto, dan penyanyi cilik berusia 11 tahun, Farah Di.

Format big band, dengan belasan musisi di seksi tiup, lengkap dengan seksi ritme: dua pemain keyboard, basis, drummer, dipilih bukan tak sengaja. Menurut pengarah program Kumoratih Kushardjanto, era Ismail dulu, trennya adalah big band.

Swing jazz, yang populer pada era 1930-an hingga 1940-an, bahkan identik dengan big band. Di era perjuangan kemerdekaan itu, banyak komposer Indonesia yang dipengaruhi gaya swing jazz dalam format big band. "Maka, Ismail Marzuki pun membuat karya-karya yang cocok dibawakan big band," kata Kumoratih.

Gitaris Tohpati memimpin para musisi: empat peniup trombon, empat peniup saksofon, empat peniup trompet, seorang pianis, seorang pemain keyboard, dua penyanyi latar, basis, perkusionis, dan drummer. Tak hanya sebagai penata musik, Tohpati tentu saja memegang gitar listriknya.

Para musisi kompak bersetelan hitam-hitam. Lima pemain teater meramaikan dengan aksi teatrikal dan dialog-dialog singkat. Kris Biantoro, sebagai penasihat artistik, berperan sebagai host sambil menceritakan berbagai kisah seputar Ismail Marzuki dan karya-karyanya.

"Karya Ismai Marzuki tak hanya lagu perjuangan, tapi juga percintaan," kata Kris. Di tengah masa merebut kemerdekaan, kepasrahan terhadap perjuangan pun menyelip dalam lagu-lagu cinta karya Ismail. Misalnya, dalam karya Karangan Bunga dari Selatan. Kris mengutip sebaris lirik, ..hiaskan di batu nisanku karangan indah darimu..

Beberapa karya Ismail ada "warna" selatannya. Misalnya, Sapu Tangan dari Bandung Selatan dan Bandung Selatan di Waktu Malam. Kris pernah bertanya soal ini ke almarhum Soedono, teman dekat Ismail Marzuki. Rupanya, saat membuat lagu-lagu itu, Ismail tengah kasmaran kepada seorang gadis yang tinggal di Soreang, Bandung Selatan. Gadis itu adalah Eulis Zuraidah, yang kemudian menikah dengan sang komponis.

Setelah menikah, Ismail Marzuki tetap setia dengan istrinya. "Beliau tidak suka lirik-lirik (wanita lain)," kata Rahmi Ismail Marzuki, putri Ismail. Dia mengenang ayahnya sebagai orang disiplin dan penyayang keluarga. Selain mencipta lagu, kata Rahmi, Ismail gemar memasak. Pada akhir pekan, Ismail membuat sayur asem dan ayam goreng yang disantap bersama keluarga.

Malam itu, total ada 12 lagu yang dipersembahkan. Komposisi lagu disesuaikan dengan vokalisnya--dari rock, jazz, hingga pop. Lagu-lagu yang dibawakan, antara lain Sersan Mayorku, Juwita Malam, Halo-halo Bandung, Kopral Jono, dan Rayuan Pulau Kelapa. Seusai persembahan Payung Pantasi, Kris menambah sekelumit sejarah lagu itu. Dulu, para gadis yang takut panas matahari biasa memakai payung terbuat dari kertas. "Payung itu buatan Tasik," kata Kris. Dia juga menegaskan, judul lagu itu memang Payung Pantasi, bukan Payung Fantasi.

Indonesia Tanah Air Beta menjadi pamungkas persembahan malam itu, dibawakan semua vokalis. Penonton pun berdiri. Tepuk tangan panjang membahana mengenang sang komponis besar itu.

Related Posting mengenai sang Komponis Ismail Marzuki dapat di baca juga disini
1. Riwayat Hidup
2. Taman Ismail Marzuki
3. Unduh Lagu Sepasang Mata Bola dan Halo Halo Bandung

Dirgahayu Negeriku yang Ke 46.. Damai Bangsaku, damai dibumi, damai di hati !!

Tidak ada komentar: