Minggu, 04 Desember 2011

Pulau Tinabo; Mutu Manikam dari Ranah Doang

Adalah selayar, salah satu kabupaten di ujung paling selatan kota Makassar. Dulu sewaktu kecil saya pernah mendengar cerita dari ayah tentang pulau itu saat ke rumah nenek di sebuah dusun kecil di kabupaten bulukumba. Beliau menceritakan bahwa pulau diseberang bulukumba itu amatlah elok. Sebuah pulau yang subur dengan lengkung garis pantai dan pasir putih serta banyak di tumbuhi pohon kelapa dgn nyiur melambai.

Namanya anak kecil, waktu itu saya belum begitu antusias mendengar ceritanya. Malah berlari turun ke rumah panggung menyusul nenek yang hendak ke kebun jauh di sebelah SD di tengah dusun perkampungan perkebunan karet Lonsum-Balanriri Bulukumba.

Seiring waktu berlalu, nama selayar selalu tergiang dalam beberapa kesempatan. Hingga akhirnya saat memasuki dunia kerja saya pun mendapat daerah tugas di Kab Sinjai.

Suatu hari saat libur tiba, pergilah saya bersama beberapa teman ke pulau Sembilan, tepatnya diburunglohe. Seharian kami bermain air dan mengelilingi pulau. Awalnya kami iseng coba mencari jejak peninggalan belanda yaitu berupa rumah tua tempat peristirahatan para kompeni dipuncak bukit. Kabarnya resort tua itu kini tinggal puing ditengah belantara pohon puncak bukit.

Karena ide dadakan itu, persiapan pun tak ada. Dengan celana jins dan tanpa bekal kami coba naik lewat kaki bukit jalur selatan dengan harapan dapat sampai diatas sebelum sore tiba. Apa lacur akhirnya kami hanya duduk kelelahan disetengah perjalanan sambil memandang keluar laut pulau.

Sore pun tiba, lembayung jingga dan merah berpadu padan. Membentuk rona lembayung sore yang fantastis. Seorang teman berteriak menunjuk kearah pulau diseberang seraya mengucap ‘hey, dari sini kita bisa melihat gugusan pulau selayar’.

Sontak kami pun coba berdiri dari tempat pijakan. Masih sambil berpegangan di akar pohon, kami lalu melayangkan pandang kearah yang dituju. Benar, Nampak kilatan memanjang membentuk pulau yang kata teman tadi disebut sebagai salah satu gugusan kepulauan selayar.

***

Jangan tanya saya tentang kab. selayar saat itu. Yang tergambar dalam benak bahwa kepulauan itu hanyalah sebuah pulau yang cukup jauh dan sulit terjangkau. Bagi beberapa teman, pulau selayar adalah pulau yang karang laut yang indah dan menakjubkan. Dari sana terlahir beberapa tokoh nasional seperti bapak tanri abeng yang dikenal dengan julukan manager satu milyar nya. Bagi sebahagian lagi, selayar malah menjadi semacam momok bagi mereka yang kebetulan ditugas dinaskan di pulau selayar. Bahkan yang lebih ekstrim lagi, ditahun tahun 90 an, isyu paling ngeh nya adalah Pulau selayar yang berpotensi besar tapi kurang dilirik. Pameo yang ada hanyalah menjadi tempat pebuangan bagi para PNS atau aparat pemerintahan propinsi yang dianggap kurang bisa diajak kerja sama dalam tim. Lagi lagi sebuah isyu yang sangat mendiskreditkan tentunya.

Komunitas Blogger Anging Mammiri Mks; trip to takabonerate

Benar terkadang saya merasa sebagai hantu milis. Hit dan run kata seorang teman blogger, denun. Siang itu iseng saya kembali membuka grup obrolan mailing list. Sekedar bersay hello dan mengikuti kabar dan kegiatan teman teman blogger anging mammiri makassar

Dari beberapa thread terakhir, perhatian saya tersita oleh informasi tentang rencana AM (Anging Mammiri) tuk trip to Takabonerate tgl 17-20 November 2011. Katanya akan ada event tahunan yang kembali digelar disana. Ssebuah acara promosi tahunan dari dinas pemerintah daerah yang dibawahi oleh dinas kehutanan dan pariwisata pemkab selayar dalam menarik wisatawan dan lebih memperkenalkan potensi dan keindahan alam Pulau Selayar Spiritnya adalah bagaimana lebih mempopulerkan dan mempromosikan selayar sebagai salah satu daerah tujuan wisata bahari yang patut dikunjungi oleh wisatawan domestic dan international dunia.

Dengar dengar sieh katanya ini tahun ketiga pelaksanaan festifal tahunan Takabonerate Island Ekspedition atau disingkat TIE III. TIE adalah sebuah Even tahunan yang digelar Pemda setempat bekerja sama dengan Pemkot Mks untuk mengangkat potensi wisata laut dan terumbu karang serta memperkenalkan selayar sebagai atol ketiga terbesar di dunia. Bermilyar dana APBD provinsi dan pusat siap digelontorkan demi suksesnya acara ini. Setiap tahunnya selalu ramai diselenggarakan di beberapa pulau yang pelaksanaannya digilir setiap tahun. Ada artis ibukota sampai kapal angkatan laut yang khusus didatangkan untuk mendukung sarana dan memeriahkan suasana. Saya tak perlu berpanjang lebar dalam menginformasikan lebih mendetail apa dan bagaimana acara TIE III ini karena selain kami tak sempat mengikutinya juga kita sudah bisa menemukan banyak file yang merujuk ke informasi dengan bantuan mesin pencari di internet. Yang pastinya semua pihak terkait saling bahu membahu dan setiap tahunnya selalu menjadi agenda wajib dari dinas pariwisata dalam mengangkat potensi daerah setiap kabupaten yang terangkum dalam visit Sulawesi selatan, yang pada tahun 2012 nantinya katanya sebutan TIE akan menjadi Welcome to Sail Takabonerate.

**

Akhirnya jadilah kami berdelapan pagi itu berkumpul di terminal Mallengkeri Mks. Sejatinya ada sepuluh orang blogger yang diberi kesempatan memenuhi undangan POSSI tuk trip to takabonerate. Dari beberapa nama yang sudah masuk daftar list, beberapa diantara teman kami sampai pada hari-H ternyata tak bisa hadir karena sesuatu dan lain hal masing masing.

Terlalu pagi untuk ukuran jam keberangkatan ke selayar. Maklum masih baru dan belum ada pengalaman kesana. Jadilah saat itu, saya absent pagi pertama sembari menunggu teman yang lain sambil duduk duduk di warung samping bus Aneka tujuan Selayar.

Satu persatu teman blogger pun berdatangan. Denun segera mendaftarkan kami kepada agent mobil dan mengambil karcis tempat duduk. Yippiee; akhirnya ipul, vby, toar, denun, ning, ichal, mappe dan saya sendiri akhirnya berangkat dengan semangat menggebu gebu.

Siang itu cukup panas; saya duduk di bus sambil membolak balik sebuah Koran Nasional. Penumpang lain masing masing sibuk dengan dirinya sendiri. Masih banyak waktu tuk istirahat ataupun melihat lihat pemandangan luar mengingat jarak tempuh ke bulukuba masih cukup jauh. Rute ke selayar sini sebenarnya sangat lah mudah : Dari terminal Mallengkeri Mks menuju kab gowa kemudian berturut turut kab takalar, jeneponto, bantaeng dan kab. Bulukumba. Itung itungan waktu adalah sekitar 5 jam dalam kondisi normal dan tanpa kendala.

Selain lewat perjalanan darat, kita juga bisamenggunakan pesawat terbang. Dengan merogoh kocek sekitar Rp. 300 ribuan /one way, kita sudah sampai di bandara udara aroepala selayar dengan waktu yg lebih singkat. Dan disana ada beberapa tempat informasi yang akan memandu kita tuk menjelajahi kota selayar dan segala keunikannya.

Kami sengaja memilih perjalanan darat karena selain lebih murah, kami juga ingin berlama lama menikmati perjalanan . sempat beberapa kali bus singgah sebentar untuk mengambil penumpang dan barang kiriman. Beberapa kursi dilorong bus juga disiapkan tuk menampung mereka yang kebetulan tak mendapat jatah kursi duduk. Suguhan beberapa snack dan minuman kecil yang disediakan oleh denun terasa pas dengan cuaca yang cukup panas. Meskipun bus Aneka bersupir haji supu ini jalannya lambat, saya yang duduk di dekat pintu belakang disisi kiri sangat menikmati trip ini. Yang laen juga nampak asyik membaca. Dua karnet yang duduk dianak tangga mobil malah terkantuk kantuk .Daeng ipul yang duduk disamping saya malah nampak asyik berkutat dengan game layar ipad yang dibawanya.

Setelah sempat makan siang di Rumah makan bawakaraeng kab Bantaeng, mobil kembali bergerak menuju selatan. Nah, tiba di perempatan SPBU lama kota Bulukumba, salah satu teman blogger kami si Lelaki bugis alias Anchu yang sedari tadi menunggu akhirnya memastikan diri ikut dalam rombongan.

Secangkir kopi dan secawan rindu

Bus memasuki dermaga bira sekitar pukul 15,00 wita lebih. Kapal ferry nya belum nampak. Masih ada waktu beberapa saat tuk minum kopi dan sekedar mencharge baterai hp diwarung terdekat tempat kami menyeruput kopi. Pulau selayar masih jauh disana.

Prakiraan waktu menyeberang via ferry sekitar dua jam. Kami sudah berada di atas kapal bersama puluhan penumpang lainnya. Saya merapatkan jaket berusaha menepis angin yang mulai menusuk. Lepas dermaga bira tadi, sepanjang sore hingga ba’da magrib kami hanya nongkrong di sisi kanan kapal sambil mengabadikan beberapa objek yang menarik perhatian. Sunsetlah yang paling ditunggu tunggu. Jauh melepaskan pandang yang nampak hanyalah ujung daratan kota bulukumba yang semakin menghilang dari pandangan. Gelap pun turun diiringi angin darat dari selatan. Sontak suasana menawarkan romantisme laut dimalam hari. Kami belum beranjak hingga hampir separuh perjalanan hingga pada akhirnya saya merasa kepala sedikit pening. Mungkin akibat semalaman kurang tidur. Efek kopi nya belum terasa. Akhirnya saya pun sejenak naik ke geladak bergabung bersama penumpang lain menonton mereka yang lagi asyik bermain domino

Alhamdulillah, rupanya kapal merapat kurang lebih dari waktu yg ditentukan. Fiuhh, jadi juga saya menjejakkan kaki disini. Dari atas mobil saya melihat suasana sekitar dermaga. Dermaganya cukup bagus. Sarana transportasi sepertinya lancar. Beberapa diantara supir angkot itu tampak menawarkan diri. Saya juga melihat sebuah ATM dari salah satu bank berplat merah juga tersedia di bibir pintu dermaga.

Di Dermaga pamatata ini kami pun kembali melanjutkan perjalanan masih dengan mobil yg tadi ditumpangi. Sebenarnya saya ingin sekali melihat suasana dermaga di waktu pagi. Tentu pemandangannya pasti mengagumkan. tapi tak apalah. meskipun temaram, sepintas diluar sana nampak jejeran pohon kelapa yang indah menyambut kami menyusuri jalan dermaga masuk kekota benteng.

Suasana Terminal Bonea di utara kota nampak cukup sepi. Nampak satu dua mobil yang. Di terminal ini kami dijemput oleh Pak sharbini dari sileya Scuba divers dan juga seorang dari utusan disbudpar Selayar yang sudah menyiapkan mobil tuk mengantar kami ke tempat penginapan.

Sebenarnya ini bukan kali pertama saya bersua pak ben, sapaan akrab pak sarbini, Pak sharbini ini seorang PNS di dinas Pekerjaan Umum Kab. Selayar. Saya mengenal beliau di sebuah situs jejaring social. Dari jejaring inilah beliau tak hentinya mengajak saya tuk berkunjung menikmati keindahan kota Selayar. Terkadang jika lagi ada dinas ke Makassar kami biasa ngobrol di warung kopi. Beliau jualah yang kelak lebih sering mengurusi keseharian kami selama di kota benteng.

Dari terminal kami langsung diajak berkeliling sejenak mengitari beberapa ruas jalan kota dan singgah sejenak di rumah makan padang yang letaknya persis dijantung kota Benteng. Tak jauh dari Rumah Makan, kami juga di ajak tuk singgah sejenak di TINABO DIVE CENTRE, sebuah Shop dan training centre dibilangan plaza Marina, jantung kota Benteng

Pak Nasrun Djamil. Demikian sapaan akrab berjabat tangan. Sungguh senang kami dapat berkenalan dengan beliau. Asalnya dari padang Sumatera Barat. Sebagai pemilik dari tinabo dive centre ini, beliau juga mengaku belum terlalu lama menetap di pulau ini. Karena kecintaannya pada laut dan dedikasi nya tuk tetap menjaga ekosistem dan kelestarian hidup biota laut membuat seorang uda nasrul tergerak hatinya untuk mendirikan sebuah rumah pelatihan bagi para mereka yang ingin belajar tuk diving. Kesehariannya beliau dibantu oleh rekan rekan sileya scuba diver Kami diajak melihat lihat koleksi peralatan selam serta video beberapa peserta pelatihan penyelaman.

Puas berkeliling dan melihat koleksi peralatan selam uda Nasrun, oleh pak ben, kami lalu dibawa rumah bapak dinas pariwisata kota selayar Bpk. A. Mappagau. Rupanya beliau juga sudah menunggu kami. Suaranya yang khas dan sambutan hangat serta jabat erat beliau membuat kami langsung merasa akrab. Dari bincang bincang ringan malam itu kami pun di jejali dengan informasi tentang apa dan bagaimana festifal tahunan takabonerate Island Expedition (TIE) ini. Ulasan beliau serta beberapa pertanyaan balik dari teman ditambah suguhan nikmat kopi dan beberapa kue kuliner khas kota membuat kami jadi semakin akrab dan serasa sudah seperti di rumah sendiri.

Waktu semakin larut. Setelah berbincang dan saling share tentang potensi dan akhirnya memperoleh beberapa referensi mengenai TIE, kami lalu dibawa menuju penginapan Asgar di jalan Mappatoba. Soulnya mulai dapat. Wisma yang kami tempati cukup representative. Nuansa lokalnya terasa dengan tipikal pondok rumah panggung khas selayar. Teman teman yang sembari tadi terlihat sudah mulai kelelahan masing masing bergegas ke kamar yang sudah disediakan. Mereka tak sabar ingin menyiram tubuh yang penat sekedar membersihkan diri tuk dapat bermalam jumat sejenak di kafe tempat biasa; sebuah kafe yang nantinya akan merupakan cikal bakal tempat berkumpulnya pengiat pengiat kreatif, para diver serta pemerhati lingkungan kab. Selayar

Kafe Tempat Biasa; tempat kami menemukan cinta dan spirit kemaritiman

Sejatinya kafe adalah sarana untuk sekedar merelaksasikan diri, sejenak menjauhkan diri dari rutinitas keseharian. Tak dikota atau didesa, sepertinya keberadaan kafe sudah bersifat mutlak. Menjadi pelabuhan mereka yang ingin bersosialisasi atau sekedar tuk mencari tempat menenangkan diri, menuangkan ide, menyalurkan hobby atau sekedar kongkow, meleburkan diri dalam canda gelak tawa.

Dulunya kafe tempat biasa ini hanya berupa tanah kosong disamping rumah penduduk. Pohon pisang dan rumput liar disana sini. Gagasan dibuatnya kafe ini tak lepas dari tangan dingin ibu dokter mata wayan benedicta, saat bertugas di pulau selayar. Dedikasi dan kecintaannya pada dunia bawah laut menorehkan tinta penghargaan sebagai perempuan kartini tahun ini. Kini kafe itu telah menjadi muara insipirasi para komunitas pencinta laut serta seringkali menjadi tempat diskusi, sharing dan nonton bersama film dokumentasi mengenai habitat biota laut kawasan takabonerate selayar.

Dan kini kami juga sudah berada di kafe itu. Evi dan ani yang juga merupakan salah satu anggota sileya scuba diver menyambut kami dengan segelas coffe. Sejenak melayangkan pandang melihat sekeliling, suasana kafe terasa nyaman. Beberapa foto laut hasil jepretan Asri to, seorang fotografer jempolan dari tanadoang tampak menghiasi dinding bilik bambu. Ornament pasir dalam botol kaca hasil koleksi selam beberap diver juga menyatu dengan tumpukan buku dan majallah selam Indonesia. Dan malam itu kami habiskan dengan mengobrol hingga mata tak lagi mampu diajak kompromi.

Morning Has Broken with Mappe

Keesokan harinya pagi sekali saat beberapa teman rombongan msh terlelap, saya sudah berdiri didepan wisma. Berbekal kamera dan sedikit uang saku. Iseng melihat sekeliling sekedar mengenal situasi dan merasakan pagi di selayar. Niat awalnya sieh mencari sepeda rentalan. Sy yakin mungkin ada beberapa tetangga sekitar yang mempunyai sepeda tuk sekedar disewakan. Pun syukur syukur kalo dipinjamkan saja lebih baik. Petantang petenteng sepagi itu membuat saya menjadi sadar diri bisa bisa jadi pusat perhatian tetangga sekitar.

Akhirnya sy singgah diwarung depan seraya membeli jajanan ala kadarnya sekedar mengganjal perut sebelum waktu makan pagi tiba. Dari pemilik warung yg sy lupa namanya, akhirnya diperoleh kesepakatan sy dpt meminjam motor Honda wing tuana atuk dipakai berkeliling barang 2-3 x putaran

Seraya melongok jam di hp, sepertinya kurang seru kalo cuman sendirian. Pucuk dicinta ulam tiba. Daeng mappe yang rupanya juga sudah bangun sejak pagi keluar dari rumah dan menuju kewarung. Saya ajaklah dia berboncengan tuk berkeliling kota. Jiwa pajokkanya pun timbul. Iya langsung mengiyakan dan langsung duduk manis di belakang.

Kami pun berboncengan mencoba arah timur . naik dan belok kanan terus. Tepat dugaan saya. Suasana pagi diselayar sangatlah menyenangkan. Udara bersih serta langit biru ditambah jalan raya yang lengang membuat kami semakin penasaran melaju bersama motor pinjaman. Tapi rupanya tanpa saya sadari rupanya daeng mappe sibuk ber tweet ria di belakang. Saya yg juga pelongok kiri kanan juga mulai kebingungan arah jalan. Tapi show must go on. Sambil terus melajukan motor, kami pede saja jalan terus karena berfikiran kami tak mungkin hilang. Wong di pulau kok. Paling juga muter muter ato kalo nyasar bisa langsung nelp minta jemput.

Tiba di ruas jalan sudirman kami melihat bnyak antrian mobil dan motor di depan SPBU. Usut punya usut dari informasi orang yg kami tanyai rupanya hal ini sudah biasa diselayar. Orang berbondong bonding antri tuk mengisi bbm karena akhir2 ini bahan bakar terbilang langka. Niat awal nya adalah ingin mengambil satu gambar antrian mobil itu. Tapi kami terus lanjut saja ke selatan dengan harapan dapat mencapai tempat dimana salah satu ikon bersejarah peninggalan kota selayar yait gong nekara dapat kami jumpai.

Rupanya itu merupakan petanda. Motor keabisan bensin. Karena tak adanya indicator bensin automatic di speedometer laiknya motor sekarang, saya jadi tak tau kalo sebenarnya motor itu dalam kondisi krisis bbm.

Walhasil jadilah pagi itu sedikit ‘ternoda dengan acara dorong motor. Setelah beberapa meter kedepan, saya memutuskan tuk naik becak saja mencari bensin botolan dan mappe yang tinggal menjaga motor. Inilah hikmahnya, rupanya perjalanan pagi kami menjadi lebih mengesankan. Dari tukang becak yg saya tumpangi, sejenak saya berkeliling mencari bensin botolan dipagi buta. Dari beberapa tempat eceran, semuanya belum buka. Kami terus mencari. Saat turun bertanya di salah satu penjual eceran, tiba tiba saya merasakan hangat pada lengan tangan. Sontak saya melongok ke atas. Rupanya baru saja ada burung yang terbang melintas dan sepertinya membuang upss hajat. Grhh, sepertinya ini pagi yang sempurna. Tukang becaknya hanya tertawa sambil mengatakan bahwa bensinnya habis.

Kami pun berkeliling lagi. Sampai depan rumah makan padang yang semalam kami singgahi, sepertinya daeng becak mulai putus asa. Alhamduliillah setelah setengah jam berkeliling akhirnya sy mendapatkan sebotol bensin eceran dalam botol aqua dibilangan dermaga rahim rauf yang ternyata justru tak jauh dari tempat mappe dan motor kami nangkring tak berdaya.

Setelah mengisi bensin, rupanya mesin motor belum juga bisa di hidupkan. Saya dan mappe sudah berulang kali gentian menstaternya dengan kaki. Lutut terasa terkunci. Nafas ngos ngosan dan keringat sudah mulai bercucuran. Setelah berembuk akhirnya kami inisiatif saja menitipkan motor di rumah terdekat dan naik becak pulang kewisma.

Beberapa teman lain nampak sudah berkumpul diruang tengah lantai dua wisma. Menunggu pak ben yang hendak datang membawa sekantung nasi kuning tuk sarapan pagi. Saya yang masih sedikit dongkol langsung ngeloyor masuk kamar tuk menyiram diri, mandi yang tak sempurna

Tridente Pulau (Gusung, Jinato dan Pulau Tinabo)

Hari ini penuh dengan perencanaan. Biasanya jika hari jumat, waktu terasa singkat. Oleh denun, kami di isyarakan tuk segera bersiap karena sebentar lagi pak sharbini, ashrariyah abubakar dan mude zhulkifli dari club sileya scuba diver akan datang menjemput tuk mengantarkan kami menyemberan ke pulau gussung. Pulau gussung ini menurut mereka adalah sebuah pulau dari gugusan beberapa pulau di selayar yang wajib dikunjungi. Katanya sieh, pulau ini mempunyai nilai khas saat sunset serta menjadi tempat berkumpulnya penyu sisik tuk bertelur.

Kapal kecil kami sudah berada diair. Pohon bakau nampak menghiasi kiri kanan pemandangan. Semakin jauh kedalam, nampak rimbun bakau semakin lebat. Seekor ular air nampak berenang tak jauh dari sampan kami. Terik pun menghampiri. Sampan kecil kami pun mencoba mengambil rute yang tak biasa dikarenakan air sedang surut. Sempat bolak balik akhirnya perahu merapat di dermaga semula.

Berjuta lambaian nyiur kelapa hendak mengucapkan selamat datang di pulau gussung. Karakteristik pulau dengan karang, pinus dan beberapa rumah penduduk memberikan kesan yg mendalam. Beberapa bintang laut dan bulu babi kecil seolah menyeruak sejuk begitu kaki menginjakkan air ditepi pulau.

Hegemoni alam dan vegetasi kelapa membentuk rumbai gerbang seolah membimbing langkah tuk lebih jauh lagi melangkah, menyusuri jalan setapak peninggalan koloni. Beberapa meter kedepan kami berjumpa dengan sebuah gudang tua yang sekarang dimanfaatkan penduduk setempat sebagai gudang tempat menyimpan kopra. Sempat berpose sejenak, kami pun meneruskan perjalanan hingga ujung batang kelapa terakhir.

Cuaca semakin terik. Mendung yg sedari tadi menghiasi sontak hilang seiring kami dihadapkan pada hamparan pasir pantai yang surut hingga beratur meter. Menurut acca, panggilan akrab ashrariyah abubakar, dahulunya pulau gusung ini sempat bersatu. Akibat kikisan ombak, pulau gussung ini terbagi menjadi dua bagian saat air laut menyurut. Jembatan tua itupun menjadi penghubung kedua pulau sekaligus sebagai tempat berlabuh beberapa sampan kecil milik beberapa penduduk pulau gussung.

Karena terik semakin menyengat, dan waktu semakin sempit kami pun sepakat tak meneruskan perjalanan. Singgah sejenak dirumah penduduk tuk beristirahat dan bersiap kembali ke kota benteng lagi karena setelah sholat jumat, rombongan kami sudah harus bertolak ke pulau jinato.

Kapal Motor Cahaya Illahi yang kami tumpangi bergerak meninggalkan dermaga Rahim Rauf kota benteng sekitar pukul setengah tiga sore waktu selayar. Perahu nampak penuh di jejali rombongan muspida dari berbagai instansi pemerintah, beberapa ibu pejabat teras selayar, tim satuan polres pengamanan, perwakilan POSSI, turis mancanegara, beberapa masyarakat umum dan rombongan blogger komunitas anging mammiri Mks sendiri.

Perahu mengarah menuju titik pulau jinato saat matahari menjatuhkan bayangnya di ufuk timur. Mengingat perjalanan akan menempuh sekitar enam jam lebih, para penumpang lebih memilih berkumpul di tengah perahu membentuk kelompok sendiri sendiri. Kami pun menuntaskan dahaga dengan mengambil beberapa gambar hingga malam datang.

Lepas jam sembilan malam, Kapal Motor Cahaya Illahi sudah melego jangkar. Karena kapal motor tak bisa merapat dikarenakan dermaga sedang dijejali perahu lain, para penumpang di naikkan di perahu kecil ditengah malam buta. Masing masing bergiliran menunggu lima perahu yang bolak balik mengantar penumpang ke dermaga jinato.

Pulau Jinato adalah sebuah pulau di antara beberapa pulau dikawasan takabonerate. Untuk tahun ini Ia dipilih menjadi tuan rumah Festifal Takabonerate III. Pulau Jinato ini juga memiliki keunikan khas alam tersendiri. Mayoritas penduduk berasala dari pulau sebelah seperti bulukumba dan SinjaiNampak baliho dan slayer penyambutan sudah ramai disana sini. Hari minus tiga sebelum pembukaan, pulau ini semakin bersolek tuk menyambut acara. Akan banyak tamu dan pejabat pemerintah nasional dan international yang akan datang tepat pada puncak acara yang akan dibuka langsung oleh Gubernur Sulsel pada hari senin, tanggal 21 Nov 2011. Aka nada banyak acara rangkaian kegiatan seperti lomba mancing international, penyelaman bersama, perahu hias jolloro dan lain sebagainya.

Rombongan kami pun juga merasakan euphoria dari acara ini. Begitu naik ke dermaga, puluhan anak SD berseragam pramuka membentuk jalan lorong menyambut kami seraya menyanyikan lagu nasional. Kami merasa tersanjung. Antusiasme mereka memberikan spirit baru ditengah kondisi badan yang mulai lelah. Oleh salah satu panitia, rombongan kami pun dibawa menuju rumah bpk kepala desa untuk bersantap malam.

Cintaku berlabuh di Tinabo

Perahu melancar, matahari memancar. Setelah menginap semalam, Rombongan kami pun sudah kembali berada di pangkalan perahu uiung timur pulau Jitano. Sembari menunggu perahu bersandar iseng kami menyempatkan foto bersama berlatar pos polisi kehutanan bertuliskan taman nasional taman takabonerate.

Saya mengambil tempat di bilik belakang yang tertutup atap pelindung. Sepagi ini kami sudah diatas perahu yang akan membawa rombongan blogger Makassar menuju pulau Tinabo, salah satu gugusan pulau di taman nasional takabonerate – Kab.Selayar-Propinsi Sulawesi Selatan.

Gelombang kecil menyapu pantai. Lepas pantai tinabo, mataku awas memandangi beberapa camar laut yg terbang satu dua. Pekiknya terdengar riuh. Camar itu berkejaran di awan putih yang Nampak seperti gulungan perut domba. Suguhan mahakarya epic sang pencipta

“biasanya kalo bulan bulan begini, para wisatawan senang datang ke tinabo”, ujar pengemudi perahu itu membuka percakapan. Saya yang tadinya duduk menyamping menikmati debur ombak belahan perahu akhirnya beringsut mendekat.

Kapal perahu melaju dengan tenang. Suasana jadi cair. Sambil ikut mengunyah suguhan, Ia memperkenalkan diri. Sepintas mengamati Ismail. Anak itu berkulit legam dan nampak kuat. Sepertinya ia masih sangat muda. Ismail mengaku, ia sudah beberapa tahun ini selalu ikut melaut bersama kakak iparnya, Hamzah yang sibuk memegang kemudi perahu didepan sana. Mereka mengaku meski berprofesi melaut, tak jarang penghasilan yang diperoleh jauh lebih banyak dari hasil menyewakan kapal perahu bagi para pengunjung yang ingin ke Tinabo.

Mail menyodorkan songkolo putih dan ikan maironya dalam plastic rantang bawaan. Saya yang tadinya asyik sendiri duduk menyamping melihat debur belahan ombak perahu yang laju akhirnya beringsut mendekat. Dengan senyum ramah, ismail menuangkan segelas air digelas plastic berwarna merah.

Ia mengaku kebiasaannya dari kecil adalah membawa bekal saat akan melaut. Saya mengambil irisan terkecil dan ikut menikmati. Teman teman blogger lainnya nampak asyik di ujung perahu depan sambil bersenda gurau, mengabadikan beberapa moment menarik di sepanjang kiri kanan perjalanan

Menurut ismail, sebenarnya ada beberapa rute yang lebih singkat, dari kota benteng selayar ataupun langsung dari dermaga bira bulukumba, perahu dapat langsung menuju ke tinabo. Cumin secara teknis dan structural masih terkendala dengan masalah jadual pemberangkatan dan ujung ujungnya kembali lagi ke masalah mahalnya biaya transportasi.

Untuk dapat sampai ke pulau tinabo, kita masih harus merogoh kocek sekitar 700 ribuan atau kalau mau sedikit cepat dan nyaman dapat juga menyewa speed yang harga sewanya berkisar diatas dua jutaan bahkan lebih.

Obrolan ringan dengan ismail pun berlanjut. Menurutnya tinabo sebenarnya adalah pulau yang sangat eksotis. Apalagi bagi mereka yg suka dengan olahraga selam/diving tuk menikmati keindahan bawah laut. “Nah itu dia kendalanya kak, meskipun sudah beberapa yang tau, tetap saja sebahagian besar dari mereka masih enggan mengunjungi pulau ini karena jarak dan mahalnya biaya transportasi.

mereka sudah terbentuk diopini nya bahwa selayar itu hanya sebuah pulau kelapa yang sunyi, masih jauh dari kemajuan dan tempat bersemayamnya kecemasan bagi para PNS atau abdi Negara yang kebetulan mendapatkan sk tugas penempatan di pulau Selayar.” celoteh Ismail.

Ismail memperoleh informasi itu setelah hasil dengar dari pengalamannya mengantarkan beberapa wisatawan berkeliling dipulau pulau sekitar. Cuman disayangkan beberapa wisatawan yang telah berkunjung mengatakan masih ingin kembali lagi ke jinato atau tinabo tapi terkendala oleh masalah transportasi yang mahal.

Tinabo ; Syurga tersembunyi para diving

Ini kali pertama kami akan menjejakkan kaki ke pulau Tinabo. Beberapa teman rombongan blogger lainnya pun mengaku hampir sebahagian dari mereka juga tak pernah mengunjungi pulau ini. Entahlah mungkin jika tak ada ajakan dan informasi serta gelaran acara TIE kami pun tak tau pulau Tinabo itu letaknya ada dimana dan bagaimana. Jujur kami akui untuk sampai ke tinabo sarana dan prasarana transportasi masih cukup sulit. Ujung ujungnya kembali ke masalah dana. Sebenarnya banyak sarana dan kapal jeep cepat yang bisa dicarter khusus tuk langsung kepulau ini. Perahu regular pun ada juga yang menyambangi pulau ini saban hari. Alhamdullilah, tentunya Rombongan blogger kali patut bersyukur bisa juga ikut berpartisipasi berkat undangan dari POSSI dan Dinas Pariwisata Selayar

Pantas saja Om Denung, panggilan khas dari Kamaruddin Azis,selaku mediasi blogger AM dgn pihak POSSI tak henti hentinya menggaungkan panggilan tuk berkunjung ke TINABO seorang penggiat blogger dan juga ketua ISLA UH, jauh hari sebelumnya intens menginformasikan lewat milis grup Komunitas blogger Anging Mammiri Mks.

Berdasar cerita dan mengambil perbandingan setelah dua hari di selayar, sepertinya tinabo memang menjadi idola serta magnet bagi mereka yang suka dengan olahraga diving ataupun sekedar snorkeling, berenang di laut dan bermain pasir putih. Cuman memang untuk kesana perjalanan cukup jauh. Sekedar ilustrasi, setelah menempuh perjalanan dari kota Makassar ke kab Bira dan menyeberang ke dermaga Pamatata, kota benteng yang juga merupakan ibukota kab. Selayar, kita masih harus menempuh perjalanan sekitar 7 jam untuk sampai ke pulau Jitano . Untuk sampai ke tinabo, masih diperlukan sekitar 2 jam an tuk dapat menikmati keindahan bawah laut pulau tinabo.

Nah, kunjungan kami ke pulau tinabo sebenarnya masih rangkaian dari acara pra menjelang Festifal TIE III, Karena keterbatasan waktu, Sebagai leader rombongan, denun sengaja mengambil waktu dua hari tgl 19-20 Nov 2011 menjelang acara pembukaan festifal di pulau Jinato Tgl 21 Nov 2011 dengan harapan agar bisa lebih lama menikmati keindahan pulau tinabo.

Pulau Tinabo sudah didepan mata. Tinggal beberapa meter lagi kami akan merapat ke dermaga. Nampak dermaga jembatan panjang dihiasi umbul bendera warna warni memberi kesan semarak. Pak Hamzah melemparkan tali ke dermaga sebagai isyarat kapal kami sudah tiba ditempat tujuan.

Pulau Tinabo ini bentuknya memanjang. Referensi mengenai pulau ini juga sudah lumayan banyak bertebaran dimesin pencari Internet. Teletak di area kawasan dengan koral yang terluas dan terkaya akan biota lautnya di dunia. Mungkin butuh sekitar 45 menit tuk mengitarinya. Dan nampaknya tempat tak berpenghuni.

dua orang lalu menghampiri kami sambil berjabat erat. Denun memperkenalkan kami kepada mereka. Kami pun berkenalan dengan Asri To, salah satu staf pengelola taman nasional yang sering bertugas di tinabo.

Setelah berbincang sebentar, denun lalu meninggalkan kami sejenak tuk segera ke pulau rajuni, yang letaknya tak jauh juga dari pulau tinabo. Rencanaya ia akan meloby dan mencari perahu yang akan kami pakai tuk pulang nantinya.

Pulau yang indah. Kami langsung terpesona dan merasa kerasan. Pasir putih didepan mata tak lagi isapan jempol semata. Beberapa resort dan wisma nampak disana. Jembatan kayu yang kami pijak ini member aksentuasi bauran alam yang modern dan alami. Nampak jutaan ikan kecil bergerombol hitam membentuk koloni tersendiri. Asri membimbing kami terus berjalan dan akhirnya sampai di sebuah tempat terbuka samping salah satu resort pulau.

Kami lalu dikenalkan kembali dengan pak Nasrun. Ahhhay, rupanya beliau sudah datang terlebih dahulu dari kami. Rupanya hari ini beliau memberikan short training dan dasar mengenai teknik penyelaman bagi para karyawan sebuah bank negeri yang kebetulan lagi mengelar acara family gathering seluruh instansi ke kab. Selayar.

Kami pun ikut nimbrung sejenak mendengarkan instruksi dari pak Nasrun. Beberapa teman lain nampak sudah tak sabaran segera berganti baju tuk siap berbasah basahan, merasakan sejuknya air pantai tinabo.

Meskipun suasana siang sangat terik, berada di tinabo semuanya serasa terindahkan. Sebuah ayunan raksasa yang dikaitkan pada pohon di pinggir laut, beberapa kursi tempat berjemur, dua buah kano, perahu banana boat dan hamparan pasir putih menjadi pemandangan kami siang itu.

Kami pun berhamburan kepantai. Peralatan snorkeling dan kamera under water sudah dibawa serta. Saya yang turun belakangan memilih melihat lihat keadaan sekeliling dahulu. Tiba tiba ada keinginan tuk kembali ke tempat pak Nasrun. Rupanya rombongan karyawan bank tadi sudah siap tuk ke perahu menuju tengah laut, mempraktekkan teori dasar untuk kategori kelas introduce, sebuah kelas pemula bagi para diver.

Saya pun ditinggal sendiri, menatap kepergian mereka. Tak ingin sendiri, akhirnya satu dari dua kano yang berada dipasir pantai menjadi awal perkenalan saya dengan tinabo. Asri dan beberapa pengurus pantai yang tengah duduk duduk mengawasi kami dari kejauhan hanya tertawa kecil dan memberi semangat saat saya mulai mendorong perahu kano ke air.

Kayuh ditangan, kaki sudah diselonjorkan. Namanya beradaptasi, rupanya tak semudah seperti yang saya banyangkan. Kano yang ditumpangi hanya bergerak diseputaran tempat saya. Terkadang maju terkadang oleng. Butuh beberapa saat hingga akhirnya kano tersebut bisa berjalan diatas air meski dengan tersendat sendat

Diving bersama Pak Nasrun.

Sudah lebih dua jam kami bermain air. Teman teman blogger sepertinya ingin betul betul memuaskan diri berada ditinabo, merasakan sejuk dan segarnya air laut yang sebenarnya. Tak henti hentinya teman teman bereksplorasi, berenang, snorkeling, dan mencoba menyelam, menyembulkan kepala dari bawah keatas permukaan air, sekedar merasakan sensasi dan mengambil beberapa moment.

Dari tepi pantai, kami semakin bergeser hingga hampir ke bibir dermaga. Rupanya di sekitar itu bulu babi dan terumbu karang tak sebanyak di tempat semula. Suasana mandi jadi lebih leluasa. Asri pun akhirnya ikut bergabung bersama kami. Sebagai seorang diver dan juga fotografi, ia cukup banyak membantu kami dalam mengajari teknik dasar penyelaman dan mengambil foto dari bawah air. Hingga akhirnya saya merasa cukup dan sedikit kedinginan hingga naik sebentar untuk duduk duduk di atas dermaga.

Tak lama berselang datanglah kapal yang mengangkut rombongan pegawai bank dan Pak Nasrun sebagai instrukstur selam. Mereka sudah habis melakukan latihan penyelaman di titik soft coral sekitar beberapa meter ke tengah laut. Nampak rasa puas pada raut wajah peserta diving. Tak lupa juga mereka membawa sekeranjang ikan oleh oleh dari laut.

Kami pun ditantang oleh pak Nasrun Djamil untuk mencoba belajar diving. Tanpa berpikir panjang saya yang memang sudah penasaran dari tadi akhirnya memberanikan diri mengacungkan tangan untuk ikut mencoba.

Fiuhh, terus terang ini kali pertama saya melakukan penyelaman. Boro boro menyelam, berenang saja kadang masih tak becus. Beribu prasangka timbul dikepala. Bagaimana kalo begini, kalo begitu bagaimana dan banyak lagi. Pak Nasrun memberi semangat dan mendorong motivasi bahwa Insya Allah semuanya akan lancar lancar saja sepanjang mengikuti teknik dan aturan mengenai dasar penyelaman.

Pakaian, spin dan tabung udara pun disiapkan. Saya tak bisa mundur lagi. Dengan pasrah, saya pun didandani dengan coat selam, kacamata, spin katak dan diakhiri dengan cara menggunakan tabung oksigen saat sudah berada dilaut Masih ragu ragu, saya pun mengikuti instruksi yang diberikan. Teman teman hanya tertawa sambil terus menyemangati, ‘syamsoe pasti bisa’. Behhh

Akhirnya semua sudah ready. Pak Nasrun lebih dahulu turun keair dan menanti saya dibawah. Laiknya robot yang kesiangan, saya berjalan patah patah dan akhirnya melompat turun.

Byuarrrrr, air menyembur cukup tinggi. Harusnya saya tak melompat tadi tapi cukup berjalan saja dan menjatuhkan diri. Teman teman kembali tertawa diatas sana. Saya yang sempat blank selama 3 detik akhirnya mulai beradaptasi dengan baju selam dibawah air.

Kini tinggal saya dengan pak Nasrun. Sebentar lagi beliau akan mengajak saya kebawah sana. Saat saat yang mendebarkan. Laiknya memasuki episode penting dalam hidup, saya tak lupa berdoa dan tetap sigap mengikuti instruksi demi tuk kelancaran dan keselamatan.

Alhamdulillah, awal yang tak terlalu buruk, setelah beberapa saat di bawah laut, saya pun merasakan sensasi dan pengalaman yang tak terlupakan tuk pertama kali. Sempat meminum beberapa liter air laut dan melihat ikan serta terumbu karang secara langsung dibawah laut merupakan suatu hal yang luar biasa tuk saya saat itu. Meski masih sebahagian kecil dari berjuta terumbu dibawah sana, saya semakin meyakinkan diri bahwa pulau tinabo memang mempunyai keindahan laut yang luar biasa dan wajib tuk dikunjungi bagi wisatawan.

Sampai pada saat makan siang, saya masih terbawa suasana pengalaman bawah laut tadi. Rupanya inilah yang selama ini para diving itu menggilai. Ada kehidupan lain disana. Kehidupan dimana kita tak sendiri di dunia ini. Kehidupan dimana mereka menyadarkan kita tuk selalu menjaga kelestarian alam, utamanya ancaman kepunahan bagi species langka dan terumbu karang.

Sampai pada saat kami sudah beranjak hendak pulang kembali saya masih tak habis pikir. Tinabo secantik ini masih sedikit pengunjungnya. Memang peer pemerintah setempat masih sangat besar. Di butuhkan orang orang ‘gila yang berbasis kelautan untuk menjaga kelestarian terumbu dari ancaman orang orang yang tak bertanggung jawab..para personil dan SDM perlu ditambah mengingat keterbatasan mereka tuk menjaga area taman nasional ta

Bahkan menurut beberapa orang yang saya tanyai, orang selayar aslipun hampir sebahagian besar belum menginjakkan kaki disini. Tinabo butuh polesan. Ibarat emas, ditaruh di tempat manapun ia tetap bernilai. Butuh tangan dingin investor local dan asing untuk terus menggeliatkan Tinabo Sebagai icon Maritim kota Selayar di masa mendatang. butuh orang orang muda yang dapat berceloteh mempromosikan tinabo tuk wisatawan agar semakin banyak berkunjung ke Tinaboi. Pulau yang butuh action promosi secara spesifik agar dapat bersaing dengan pulau pulau lain yang lebih dahulu tersohor akan keelokannya. Sekali lagi kami merasa beruntung, bisa juga ikut merasakan keindahan pulau tinabo, mendapat referensi dan pengalaman baru serta merasakan sensasi laut Tinabo, syurga tersembunyi para diving.

***

Angin Silanjara, di laut yang penuh bintang.

Bulan Menghilang. Jauh dibelakang, pulau Tinabo tak nampak lagi dimata. Lepas sore tadi, rombongan kami sudah duduk diatas perahu. Menjelang Magrib, inilah moment yg ditunggu tunggu. Cuaca begitu bersahabat. Langit bersih dan beberapa camar terbang tak beraturan.Fatamorgana berubah jadi sejuta lukisan indah bak muncul dari kawah kaki langit. Matahari berpijar rendah menghasilkan lukisan mahakarya sempurna saat sunset tiba. Tak hentinya kami memuji dan merefleksikan bentuk keindahan itu dengan cara masing masing. mengambil posisi yang dianggap terbaik tuk sekedar merekam gambar sunset diatas laut tambolongang.

Perjalanan pulang dari tinabo ini menempuh rute yang berbeda dari kedatangan kami. Denun sengaja membawa kapal Haji kusa, melewati apata’nah tuk menuju dermaga Pattumbukang dengan harapan kami juga dapat menikmati perjalanan dari sisi lain kota Selayar.

Sunset pun tiba. Saat saat seperti ini sepertinya memang sulit dilupakan. Dan saya rasa sepanjang ia manusia, tak bisa dipungkiri, sifat sentimental dihatinya akan timbul dan berdecak kagum melihat keindahan alam. Moment yang sepertinya cukup langka bagi rombongan kami. Dari atas geladak perahu, ditengah laut lepas, memandang sunset yang tenggelam diufuk barat serta debur ombak dan angin darat yang mulai berhembus memberikan makna mendalam tentang arti perjalanan kami kali ini.

Bersama teman teman, kami bersenda gurau sepanjang perjalanan, dan sepertinya semakin lengkap dengan cemilan dan air putih yang ikut menemani perjalanan.

Perahu bergerak tenang namun pasti digelapnya laut malam menuju pattumbukang. Sambil berbaring, saya melayangkan pandang ke langit luas. Ada berjuta bintang diatas sana. Kerlipnya membawa fikiran jadi melambung. Tiba tiba kami merasa kecil dilaut yang luas ini. Teman teman lain sibuk bermain dengan fikirannya masing masing. Suasana jadi syahdu. Yang terdengar hanyalah deru mesin perahu dan angin malam yang kian menusuk.

Malam terakhir di pulau selayar. Sorot lampu suar dari dermaga pattumbukang akhirnya mengakhiri perjalanan panjang kami hari itu. Hari yang sangat melelahkan tapi sangat menyenangkan. Dari dermaga pattumbukang, kami pun dijemput oleh rekan andry yang langsung membawa kami keluar dari dermaga menuju rumah kabag Humas Selayar, bpk Gunawan di kota Benteng.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Halo, saya Mr Stahl, pemberi pinjaman pinjaman swasta yang memberikan pinjaman kesempatan waktu hidup. Apakah Anda membutuhkan pinjaman mendesak untuk melunasi utang Anda atau Anda membutuhkan pinjaman untuk meningkatkan bisnis Anda? Anda telah ditolak oleh bank dan lembaga keuangan lainnya? Apakah Anda membutuhkan pinjaman konsolidasi atau hipotek? mencari lebih karena kami berada di sini untuk membuat semua masalah keuangan Anda sesuatu dari masa lalu. Kami meminjamkan dana kepada individu yang membutuhkan bantuan keuangan, yang memiliki kredit buruk atau membutuhkan uang untuk membayar tagihan, untuk berinvestasi di bisnis di tingkat 2%. Saya ingin menggunakan media ini untuk memberitahu Anda bahwa kami memberikan bantuan yang handal dan penerima dan akan bersedia untuk menawarkan pinjaman. Jadi hubungi kami hari ini oleh-
Email: stahlchristianloanfirm@gmail.com