Karunia warisan
alam yang indah oleh Kabupaten Maros ini tentu tak lepas juga
dari sejarah dan bukti penelitian para ahli geologi di mana jutaan tahun yang lalu, batu karang
yang terbentuk ini dahulunya berasal dari dasar lautan. Penelitian ini juga mengenai
bukti jejak kehidupan manusia dijaman lampau di kabupaten Maros ini bahwa
setelah menjadi daratan, area ini kemudian di huni oleh manusia purba yang
kemudian hidup dengan menempati gua-gua.
Kehidupan
manusia prasejarah di Maros ini akhirnya diangkat oleh para Arkeolog yang
menyebutkan bahwa di beberapa tempat di Maros seperti Leang leang dan Gua
Pettae, kehidupan manusia jaman lampau ini telah berlangsung sejak jaman Megalitikum
yaitu sekitar 3,000 tahun sebelum Masehi. Bukti keberadaan mereka sampai sekarang masih
bisa dilihat saat berpelesiran kesana. Kita dapat mengabadikan gambar berupa
lukisan telapak tangan, alat serpih, fragmen tulang babi dan monyet serta mata panah bergerigi dari jaman Megalitikum
dan Neolitikum.
Lukisan ini berserakan di gua-gua prasejarah di kawasan karst Maros yang membentang hingga
Kabupaten Pangkep dengan karakteristik topografi alam relief dan drainase yang
khas membentuk tipe towers kars dengan bukit yang terjal, gamping dan leang.
Menurut beberapa sumber, Banyaknya
peninggalan batu besar dan kerangka mahluk hidup manusia purba dan hewan laut yang berserakan dan relief
ini merupakan bukti
peninggalan kehidupan zaman yang gemar berburu dan mengumpul. Keseluruhan jejak peninggalan purba ini sekarang
telah berada dalam pengawasan, pengelolaan
dan perlindungan pemerintah Taman Nasional Bantimurung – Bulusaraung Kabupaten Maros.
KERAJAAN
MAROS DAN JAMAN PENJAJAHAN JEPANG
Seiring zaman, manusia purba tersebut punah dan peradaban pun bergulir.
Kabupaten Maros berkembang menjadi daerah kerajaan Marusu yang diapit oleh dua
kerajaan besar; Gowa dan Bone. Posisi stategis tersebut yang kemudian pada
perang dunia kedua tersebut membuat tentara Jepang ingin menguasai daerah Maros
dan sekitarnya. Secara silsilah, kerajaan Maros mempunyai pengaruh penting
dalam peta kerajaan di Sulawesi karena sebahagian besar raja-raja dan bangsawan
di Sulawesi Selatan adalah keturunan Raja Marusu’ (Maros) termasuk salah
satunya adalah Karaeng Pattingalloang, yang merupakan putra Tallo-Marusu Gowa
yang terkenal dengan kepandaiannya menguasai banyak bahasa dan falak di usianya
yang masih sangat Muda serta pahlawan
Nasional Sultan Hasanuddin, yang lebih dikenal dengan gelar Ayam Jantan dari
Timur.
Nama kedua pahlawan Nasional berdarah Marusu' ini sangat termasyur dan telah terpatri pada ratusan literatur serta kajian karya tulisan nasional dan Intenational. Patung Sultan Hasanuddin sendiri telah menjadi
Ikon kota, berdiri kokoh di gerbang Masuk Bandara Udara International Sultan Hasanuddin
di Mandai- Kabupaten Maros.
Sejak
tentara Jepang melakukan pendaratan pertama kali tanggal 9 February 1942, mereka telah menguasai hampir seluruh wilayah sebelum akhirnya
takluk oleh sekutu di tahun 1945. Selama kurun waktu tiga tahun, mereka
menguasai beberapa wilayah strategis daerah daerah sekitar Makassar seperti
daerah lapangan terbang Kadieng, yang oleh Jepang akhirnya mengganti nama lapangan
terbang tersebut menjadi Lapangan Terbang Mandai, sesuai dengan nama daerah
yang dikuasainya tersebut.
Melihat topografi
Kab Maros yang berpundak dan beberapa bukit, jarak yang stategik dan di anggap
dapat menopang kebutuhan keamanan dan taktik perang, tentara angkatan Laut
Jepang ini kemudian membangun beberapa bunker tempat persembunyian untuk
melindungi diri mereka dari serangan tentara sekutu yang saat itu mulai gencar
menginvasi tentara Jepang. Bunker-bunker ini bertebaran di beberapa bukit dengan
titik ketinggian. Di kecamatan Mandai
sendiri hingga ke daerah Camba tercatat, hampir sepuluh buah yang sudah
teridentifikasi. Keseluruhan bunker ini mayoritas berbentuk atau berdenah model
huruf Z dan T dengan struktur beton bertulang yang warnanya sudah mulai pudar.
Bungker Jepang
ini berukuran kecil. Hanya ada lubang pintu masuk dan keluar. Kapasitasnya hanya
bisa dilalui oleh satu orang dengan cara merunduk masuk. Namun jika berada di
dalam bunker, bisa menampung hingga 4 orang. Bunker ini juga menjadi penanda sejarah tentang
bagaimana cara tentara Jepang dalam upaya mempertahankan hidup, menerapkan
strategi pertahanan darat yang efektif dan efisien dengan memanfaatkan aspek
alam berupa bukit dan hutan untuk menghadang ancaman dan melindungi diri. Kini,
beberapa peninggalan bunker Jepang tersebut masih dapat dilihat di beberapa
tempat di daerah Mandai dan Camba di Kabupaten Maros.
IHWAL
CERITA DAN BUNKER: RAWAT ATAU MUSNAH
“Kakek
saya bilang, pesawat itu berputar putar diatas sana lalu menghilang masuk ke
dalam bukit”
Demikian
kata pemuda itu, seorang pedagang madu hutan yang lupa saya tanya siapa namanya
saat rehat sejenak sebelum melanjutkan
perjalanan bersama keluarga, melintasi hutan alam Karaengta di daerah Camba-
Kabupaten Maros menuju daerah Kabupaten Bone.
Ihwal
cerita pemuda penjual madu hutan itu tentu tak bisa langsung saya percayai
begitu saja. Perlu riset dan bantuan orang ahli atau mungkin juga Arkeolog yang
bisa menelitinya lebih mendalam. Selama kurun waktu 1942 - 1945, tentara Jepang
bermukim dan menjadikan beberapa daerah Maros sebagai basis kekuatan dan pertahanan
hingga harus takluk pada Sekutu.
Menurut cerita turun temurun, kebiasaan tentara Jepang apabila kalah berperang adalah dengan menyembunyikan barang rampasan perang di dalam gua gua atau tempat persembunyian rahasia lainnya atau menghancurkannya. Bila menghubungkan kisah pemuda tersebut, bisa jadi apa yang dilihat dan diceritakan oleh bapak itu benar adanya. Di dalam perut bentangan karst disana, masih banyak misteri yang belum terkuak. Seiring zaman, gua gua karst disana semakin rimbun dan tertutupi hutan, hanya menunggu waktu untuk di jamah peradaban kota.
Menurut cerita turun temurun, kebiasaan tentara Jepang apabila kalah berperang adalah dengan menyembunyikan barang rampasan perang di dalam gua gua atau tempat persembunyian rahasia lainnya atau menghancurkannya. Bila menghubungkan kisah pemuda tersebut, bisa jadi apa yang dilihat dan diceritakan oleh bapak itu benar adanya. Di dalam perut bentangan karst disana, masih banyak misteri yang belum terkuak. Seiring zaman, gua gua karst disana semakin rimbun dan tertutupi hutan, hanya menunggu waktu untuk di jamah peradaban kota.
Tapi
cerita tinggallah cerita. Sampai sekarang belum pernah terdengar ada temuan
harta karun di bukit karst Camba Maros.
Di jaman sekarang, berbicara seperti itu harus melewati kajian teoritik
dan ilmiah. Sudah ada alat berupa mesin detector logam yang bisa mendeteksi
keberadaan benda benda seperti bangkai pesawat yang jatuh atau setidaknya
menentukan titik koordinat suatu benda yang sulit terjangkau daripada harus mencarinya dengan cara
konvensional.
Di
beberapa tempat di Indonesia, bunker peninggalan Jepang banyak ditemukan. Setiap
daerah mempunyai cara sendiri dalam upaya melestarikan bunker tersebut. Di kota
Makassar sendiri, terdapat tiga bunker yang berada didaerah delta lakkang.
Untuk menuju kesana harus melewati daerah kampung kera-kera hutan bakau yang
berada dalam area kampus Universitas Hasanuddin Makassar. Sarana transportasi sampai
sekarang ini mengandalkan jasa trasportasi perahu kayu dari dermaga Lakkang yang
bisa menampung penumpang hingga 10 orang . Delta ini sering dijadikan tempat
penelitian ilmiah, tempat wisata bahkan tempat mengais rezeki, beternak udang
dan hasil sungai bagi masyarakat sekitar. Sayangnya, saat melihat langsung
kondisi bunker tersebut, kondisi bunker tidak terawat. Sampah daun kering
disana sini. Gundukan tanah sudah nyaris menutupi fisik bunker. Di atas bunker
hanya ada satu tiang banner dari salah satu provider telekomunikasi.
Lain
padang lain belalang. Kondisi bunker di Delta Lakkang- Tamalanrea Makassar
rupanya cukup berbeda di bunker pada daerah Mandai, Kabupaten Maros. Karena
sesuatu urusan, saya mendatangi kantor Lurah Mandai yang jaraknya berkisar 2 km,
tak jauh dari bandara udara lama Sultan Hasanuddin. Bandar udara lama ini
jaraknya lebih mengarah ke kota Maros. Sekarang ini di alih fungsikan hanya untuk
penerbangan Jamaah Haji dan Angkatan Udara saja. Jaraknya juga kurang lebih sekitar 2-3 kilo dari
bandara udara Intenational Sultan Hasanuddin yang baru, atau sekitar 25 km dari
kota Makassar.
Kantor Lurah Mandai ini rupanya cukup unik. Bangunannya berada di atas bunker
peninggalan Jepang, di mana sisi pintu kanan bungker di biarkan terbuka tapi
pintu masuk kedalam sengaja di tutup. Menurut pak Mustari, salah satu staf
kantor lurah tersebut, pintu tersebut sengaja ditutup karena akses keluar
bunker langsung menuju rumah penduduk yang berada disisi kiri kantor lurah.
Bunker Jepang
di kantor Lurah Mandai ini adalah salah satu dari beberapa Bunker yang sudah
terdata oleh pemerintah kota Maros serta balai konservasi Dinas Pariwisata Kabupaten Maros. Meskipun keberadaan bunker ini lebih di manfaatkan sebagai penopang gedung kantor, beton bunker yang lain masih nampak menjorok keluar, menyisakan jalan pintu bunker yang tidak dibuka untuk umum.
Saya belum bisa mengkategorikan apa bungker ini sudah dikelola dengan baik atau tidak tapi sepintas dengan melihat secara fisik, sepertinya untuk sekarang, keberadaan bungker ini dimaksimalkan hanya untuk mendukung gedung kantor saja. Pemerintah setempat dan masyarakat yang tinggal disekitar bunker juga memanfaaatkan bungker tersebut sebagai salah satu destinasi wisata atau sekedar menjadi tempat berkunjung bagi anak sekolah untuk berwisata sejarah.
Saya belum bisa mengkategorikan apa bungker ini sudah dikelola dengan baik atau tidak tapi sepintas dengan melihat secara fisik, sepertinya untuk sekarang, keberadaan bungker ini dimaksimalkan hanya untuk mendukung gedung kantor saja. Pemerintah setempat dan masyarakat yang tinggal disekitar bunker juga memanfaaatkan bungker tersebut sebagai salah satu destinasi wisata atau sekedar menjadi tempat berkunjung bagi anak sekolah untuk berwisata sejarah.
Tak jauh
dari kantor lurah Mandai, tersebut, tepatnya di jalan raya Barandasi yang
mengarah ke Timur kota, terdapat bunker berbentuk Z yang berada di tengah
tengah pemukiman warga. Untuk menemukannya tidak terlalu sulit. Cukup melongok kearah
kiri jalan raya. Harus jeli agar tak terlewat. Bungker ini sepertinya tak terawat.
Bagian atas sudah terkelupas. Pintu masuknya sedikit tertutup oleh tanah yang
sudah turun. Bisa jadi beberapa hewan tanah sudah bersarang didalamnya. Di ujung
keluar bunker menghadap ke tembok warga disampingya. Hanya ada satu pohon besar
sebagai penanda letak bunker. Selebihnya hanyalah penampakan warung makan dan
rumah penduduk. Bunker ini hanya sesekali di jadikan tempat bermain anak, bahkan dianggap angker bagi sebahagian penduduk.
Mengarah sedikit
ke timur. Dari bunker berbentuk Z tadi, kita juga bisa menemukan bunker lain yang
berada didalam kompleks warga kompleks. Nasib bunker yang ini malah lebih
menyedihkan. Posisi bunker hanya bisa di lihat dari balik pagar bambu rumah
warga. Fisik bunker hampir keseluruhan tertutupi tanah dan sudah bersambung dengan
dapur rumah warga tersebut. Hanya jalan setapak yang hanya bisa dilalui oleh
kendaraan bermotor untuk menuju kesana dan tak ada akses selain harus memutar
kembali ke jalan besar.
(Foto: Koleksi Pribadi)
Pemerintah Kabupaten Maros sepertinya masih harus bekerja keras untuk menyelamatkan beberapa peninggalan
bunker tersebut. Tapi tentu hal ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Di
sisi lain, pembangunan kota juga harus terus berjalan. Jalur Camba sebagai
jalur lintasan antar kabupaten merupakan jalan raya vital yang di buat dengan
membelah hutan untuk bisa menghubungkan daerah antar kabupaten lainnya. Di sisi
lain, banyaknya penemuan bunker baru yang belum terdata di sepanjang jalan
perbaikan pembuatan jalan layang tersebut membuat Pemerintah harus mendata
ulang kembali kebijakan pemeliharaan, agar program pembangunan kota dengan
pemeliharaan cagar alam tidak berbenturan. Perbaikan pelebaran jalan diharapkan dapat terlaksana tanpa
merusak cagar alam yang yang sudah terpelihara, termasuk nantinya bunker peninggalan Jepang.
Semoga
dengan penambahan dan perbaikan Ruas jalan dan penemuan beberapa bunker baru
tersebut bisa menjadi sinergi yang saling berkaitan. Akses jalan dapat
mempermudah kita untuk mengunjungi bunker bunker yang telah dikelola dengan
lebih baik lagi agar kelak menjadi cerita, merawat sejarah bagi anak cucu
kelak.
Ingin ikut
berpartisipasi merawat cagar alam di daerah kita masing masing agar selalu
terawat dan tidak musnah itu gampang. Jika kalian merasa sebagai
seorang yang ikut mencintai alam dan cagar budaya, serta selalu menjaga lingkungan
sekitar, salah satu cara paling mudah sekarang adalah dengan mengajak
mengikuti kompetisi :Blog Cagar Budaya Indonesia: Rawat atau Musnah!’ yang
berhadiah total 18 Juta Rupiah. Masih ada kesempatan untuk ikut serta hingga
tanggal 20 November 2019.